Tahap Proses Penyamakan Kulit Kelinci

Kelinci merupakan salah satu jenis ternak yang pada umumnya diambil dagingnya sedangkan kulitnya belum dimanfaatkan secara maksimal. Biasanya limbah kulit kelinci dapat dipergunakan sebagai barang kerajinan kulit maupun sepatu baik sebagai aksesoris sepatu maupun sebagai barang kulit. Karena kulit kelinci mempunyai bulu yang sangat indah maka kulit kelinci biasanya disamak bersama bulunya. Sedangkan kulit kelinci yang bulunya tidak rata atau banyak yang rontok karena kesalahan pengawetan masih dapat dimanfaatkan sebagai kulit jaket atau atasan sepatu. Kulit kelinci sebelum digunakan untuk kerajinan maupun sepatu harus disamak terlebih dahulu, agar kulit menjadi stabil yaitu tahan terhadap perlakuan fisis maupun kimiawi.

Komoditas kulit digolongkan menjadi kulit mentah dan kulit samak (Purnomo, 1985). Menurut Judoamidjojo (1974), kulit mentah segar bersifat mudah busuk karena merupakan media yang baik untuk tumbuh dan berkembangbiaknya mikroorganisme. Kulit mentah tersusun dari unsur kimiawi seperti: protein, karbohidrat, lemak, dan mineral. Oleh sebab itu, perlu dilakukan proses pengawetan kulit sebelum kulit diolah lebih lanjut. Teknik mengolah kulit mentah menjadi kulit samak disebut penyamakan. Dengan demikian, kulit hewan yang mudah busuk dapat menjadi tahan terhadap serangan mikroorganisme (Judoamdjojo, 1981).

Prinsip mekanisme penyamakan kulit yaitu memasukkan bahan penyamak ke dalam anyaman atau jaringan serat kulit sehingga menjadi ikatan kimia antara bahan penyamak dan serat kulit (Purnomo, 1985). Menurut Muslich (1999), teknik penyamakan kulit dikelompokkan menjadi 3 tahapan, yaitu proses pra-penyamakan, penyamakan, dan pasca penyamakan.



Alat dan Mesin Pendukung Pengolahan

Penyamakan kulit-bulu kelinci dalam jumlah terbatas dapat dilakukan secara manual. Namun, diperlukan pengadukan terus menerus yang sangat melelahkan, sehingga kurang efisien dan efektif. Untuk memperoleh hasil yang baik, diperlukan alat-mesin yang sesuai. Untuk pengawetan kulit dibutuhkan alat perentang (stretcher). Menurut Pawirohasono (2008), penyamakan kulit kelinci butuh

Bak perendaman
Mesin samak berbentuk drum dengan putaran bolak-balik 90-120o atau drum/dengan pedal (pengayuh) berkecepatan rendah (<16 rpm),
Mesin peniris cairan seperti spinner
Rak peniris
Alat atau mesin stacking
Glacing (pelemas kulit)
Mesin buffing (pengampelas kulit).
Teknik penyamakan kulit dikelompokkan menjadi 3 tahapan antara lain yaitu :

1.      Pra-penyamakan,

Proses pra-penyamakan (beam open house operation) meliputi

Perendaman
Perendaman (soaking) merupakan tahapan pertama dari proses penyamakan yang bertujuan mengembalikan kadar air kulit yang hilang selama proses pengawetan sehingga kadar airnya mendekati kadar air kulit segar.

Pengapuran
Tujuan pengapuran adalah menghilangkan epidermis dan bulu, kelenjar keringat dan lemak, dan menghilangkan semua zat-zat yang bukan kolagen yang aktif menghadapi zat-zat penyamak.

Pembuangan daging dan bulu
Proses buang daging (fleshing) bertujuan menghilangkan sisa-sisa daging (subcutis) dan lemak yang masih melekat pada kulit. Proses buang bulu (scudding) bertujuan menghilangkan sisa-sisa bulu beserta akarnya yang masih tertinggal pada kulit  (Muslich, 1999).

Pembuangan kapur dan Bating
Pembuangan kapur (deliming) bertujuan untuk menurunkan pH yang disebabkan sisa kapur yang masuk masih terdapat pada kulit (Purnomo, 1985). Dilanjut dengan proses pencucian  Pelumatan (bating) bertujuan untuk membuka atau melemaskan kulit lebih sempurna secara enzimatik. Bahan yang digunakan adalah oropon atau enzilen, yaitu bahan yang dibuat dari pankreas dan garam-garam ammonium sebagai aktivator (Setiyono, 1995).

Pengawetan dengan Asam (Picle)
Picle yaitu untuk memberikan suasana asam pada kulit  sehingga lebih sesuai dengan senyawa penyamak dan kulit lebih tahan terhadap serangga bakteri pembusuk

2.      Penyamakan

Penyamakan krom menghasilkan kulit yang lebih lembut/lemes, dan lebih tahan terhadap panas. Lewat proses penyamakan, dilakukan proses pemeraman yaitu menumpuk atau menggantung kulit selama 1 (satu) malam dengan tujuan untuk menyempurnakan reaksi antara molekul bahan penyamak dengan kulit

3.      Pasca penyamakan.

Menurut Muslich (1999), pasca penyamakan bertujuan membentuk sifat-sifat tertentu pada kulit terutama berhubungan dengan kelemasan, kepadatan, dan warna kulit. Menurut Purnomo (1985), proses pasca penyamakan terdiri atas

Netralisasi
Penetralan bertujuan mengurangi kadar asam dari kulit yang disamak menggunakan krom agar tidak menghambat proses pengecatan dasar dan peminyakan.

Pewarnaaan
Pewarnaan dasar memiliki fungsi sebagai pemberian warna dasar pada kulit tersamak seperti yang diinginkan.

Peminyakan
Peminyakan bertujuan melicinkan serat kulit sehingga lebih tahan terhadap gaya tarikan, menjaga serat kulit agar tidak lengket dan menjadi lebih lunak, lemas, memperkecil daya serap, serta membuat kulit lebih fleksibel.

Pengecatan
Pengecatan bertujuan untuk memenuhi selera konsumen. Pengecatan zat warna hanya melekat di permukaan dalam media bahan perekat yang fungsinya melekatkan warna dan memperbaiki permukaan kulit.

Pengeringan
Pengeringan bertujuan untuk menghentikan semua reaksi kimia di dalam kulit.

Pelembaban
Pelembaban biasanya dilakukan selama 1-3 hari pada udara biasa agar kulit  menyesuaikan kelembaban udara sekitarnya.

Pelemasan
Pelemasan dilakukan dengan tujuan untuk melemaskan kulit dan mengembalikan luas kulit yang hilang karena mengkerut selama proses pengeringan.

Tahap dan Kontrol Proses Penyamakan Kulit Krom

- PENYAMAKAN KROM
Proses penyamakan kulit bertujuan untuk mengubah kulit mentah yang mudah rusak oleh aktifitas mikroorganisme,khemis, atau phisis, menjadi kulit tersamak yang lebih tahan terhadap pengaruh-pengaruh tersebut . Metode penyamakan kulit menggunakan bahan penyamak nabati dan bahan penyamak mineral.

Bahan penyamak mineral yang yang berasal dari logam kromium disebut krom. Penyamak mineral paling umum menggunakan krom mutunya ditentukan oleh kadar krom (yang biasa dinyatakan sebagai krom oksidasi). Metode penyamakan krom sangat berbeda dengan metode penyamakan nabati. Demikian pula hasilnya.

Penyamakan krom menghasilkan kulit yang lebih lembut/lemes, dan lebih tahan terhadap panas yang tinggi, kekuatan tariknya lebih tinggi dan hasilnya akan lebih baik bila dilakukan pengecatan. Karena sifat-sifat tersebut kulit samak krom lebih cocok untuk dijadikan kulit atasan. Garam besi menghasilkan kulit yang kurang baik warnanya dan mudah patah, sedangkan garam aluminium menghasilkan kulit berwarna putih.

Penyamakan krom (chrome) merupakan penyamakan yang di mulai dengan pH rendah atau keadaan asam yaitu antara pH 2 sampai pH 3. Oleh sebab itu kulit perlu pengasaman agar mendapatkan kondisi yang di inginkan. Lama proses penyamakan krom biasanya memerlukan waktu antara 4 sampai 8 jam. Hal ini bukan merupakan patokan atau standart,tetapi juga tergantung dari tebal tipisnya kulit.

Selesai proses penyamakan,kemasakan kulit diuji gengan air  mendidih selama 2 menit. Jika terjadi pengkerutan tidak lebih dari 10%,berarti kondisi kulit sudah masak. Faktor yang penting dalam mempengaruhi sifat fisis kulit tersamak di antaranya adalah struktur kulit mentahnya. Kekuatan tarik merupakan salah satu faktor yang perlu di perhatikan dalam melakukan penilaian terhadap kulit jadinya.

Kekuatan tarik yang rendah menunjukkan kualitas serat kulit yang rendah. Dalam industri perkulitan,kulit krom menempati pasaran yang sangat baik terutama untuk kulit atasan sepatu,sarung tangan,pakaian dan lain-lain.

Kelebihan-kelebihan kulit samak krom yaitu:

Kulit tersamak yang dihasilkan warnanya lebih terang
Kekuatan tariknya lebih tinggi dibandingkan dengan samak lainnya.
Kestabilan yang baik terhadap bahan-bahan kimia kecuali alkali.
Mempunyai sifat fisik kemuluran dan kelunturan yang baik.
Pada proses pengecatan dasar,menghasilkan warna yang cemerlang.
Daya serap yang baik terhadap air dan udara.
Proses penyamakannya dengan waktu yang relatif pendek.
Mempunyai sifat kelunakan yang baik.
Tahan terhadap air atau pencucian.

- BAHAN PENYAMAK KROM
Bahan penyamak krom dibuat dengan jalan mereaksikan beberapa bahan tertentu seperti kalium bikhromat, gula pasir, dan asam sulfat. Bahan penyamak krom ini dapat berbentuk tepung (powder),padat atau cairan.

Yang paling banyak dipasaran adalah bahan penyamak yang berbentuk tepung. Biasanya yang berbentuk cair biasa disebut Reduced Chrome.

Warna bahan penyamak krom adalah hijau tua, yang merupakan warna dari krom kompleks bervalensi 3+. Garam kompleks dibuat dari natrium bikromat (Na2Cr2O7) atau kalium bikromat (K2Cr2O7) yang direduksi dengan glucose atau gula pasir dalam suasana asam.

Pereaksi yang digunakan reduced chrome adalah sebagai berikut :

Natrium trio sulfat
Perhidrol (H2O2 3%)
Larutan NaOH 0,1 M
Larutan NaOH 1 M
Asam chlorida (HCl 4 M)
Esther
Kalium Iodida (KI 1M )
PP indicator
Amylum Indicato
Batu didih

- IKATAN BAHAN PENYAMAK KROM DENGAN KULIT
Dalam penyamakan krom terdapat 4 tahapan reaksi yang terjadi bersamaan. Reaksi ini terjadi  antara ligan-ligan koordinasi pada kromium komplek. Dengan pengaturan kondisi pH,suhu,dan konsentrasi kemungkinan dominasi dari masing-masing reaksi dapat dikontrol. Keempat reaksi-reaksi itu adalah:

Reaksi antara gugus OH dan krom
Reaksi antara kation dari komponen krom dan sulfat
Reaktivitas dari bahan masking,misalnya formiat
Reaktivitas dari protein kulit
Pada pH rendah konsentrasi OH⁺ dalam larutan juga rendah dan basisitas kromium juga rendah. Reaksi pertama dengan kenaikan pH akan mengarah ke kanan. Koordinasi dari ion-ion sulfat cenderung tidak dipengaruhi oleh pH dan ion sulfat akan masuk ke dalam kompleks pada pH rendah. Pembentukan ikatan koordinasi asam organik lemah atau bahan masking (masking agent) dengan kromium komplek,tergantung pada asam dan nilai pH yang tinggi akan menaikkan kereaktifan Protein kulit ,setelah terjadinya ionisasi tersebut nilai pH menjadi rendah dan kereaktifan terhadap kromium juga lebih kecil. Reaksi gugus karboksil pada protein sama dengan asam lemah tetapi cenderung lebih dipengaruhi oleh perubahan pH.

Kenaikkan pH akan menaikkan basisitas kromium komplek (lebih banyak OH yang masuk kedalam komplek). Dengan naiknya nilai pH maka reaktifitas protein juga meningkat dan tahap awal penyamakan tercapai. Pada akhir penaikan basisitas yang berarti basisitas tinggi dan ion sulfat sebagian sudah meninggalkan komplek. Penggabungan kromium komplek secara sempurna dengan protein kulit akan menghasilkan ikatan silang. Dengan naiknya basisitas,dua senyawa kromium saling bergabung antara satu dengan lainnya melalui gugus OH.

- MEKANISME PENYAMAKAN KROM
Garam khrom yang dapat digunakan untuk penyamakan adalah garam Cr yang bervalensi 3 dalam bentuk senyawa khrom sulfat basis. Selain sisa asam yang terdapat gugus OH yang terikat pada atom Cr. Perbandingan jumlah OH terikat dengan jumlah maksimum Cr dapat mengikat OH disebut Basisitas.

Selain dari basisitas mutu dari bahan penyamak khrom ditentukan oleh kadar khrom yang biasa dinyatakan sebagai Cr2O3.

Sifat dari larutan khrom adalah sebagai berikut :

+  Dalam larutan pekat molekulnya kecil, sehingga penetrasinya mudah

+  Dalam larutan encer molekulnya besar, sehingga penetrasinya sukar

+  Pada basisitas rendah daya ikat (fiksasi) rendah

+  Pada basisitas tinggi daya ikat (fiksasi) tinggi

+  Pada basisitas rendah mudah larut

+  Pada basisitas tinggi akan mengendap

Penyamakan dimulai dengan daya ikat kecil, prestasi besar kemudian setelah khrom masuk ke dalam kulit, daya ikat dinaikkan dengan cara menaikkan basisitas. Biasanya di mulai dari basisitas 20-33%, kemudian dinaikkan pada basisitas 50-55%.  Garam khrom ini mampu bereaksi dan membentuk ikatan dengan asam amino bebas dalam struktur protein kolagen yang relative.

Ikatan yang terbentu antara khrom dengan protein kulit disebut ikatan saling yang terbentuk selama proses penyamak akan menyebabkan berubahnya sifat kulit mentah menjadi lebih tahan terhadap pengaruh fisis maupun khemis seperti yang telah disebut dimuka. Seperti halnya bahan penyamak nabati, bahan penyamak krom juga mempunyai sifat-sifat tertentu yang berhubungan dengan besar kecil molekul krom, yang erat kaitannya dengan basisitas antara lain menurut Schorlemmer, Procter, dan Sistem Amerika.

a) Schorlemmer

Basisitas adalah banyak valensi Cr yang mengikat gugus OH, dibagi banyak valensi dari jumlah Cr dikalikan 100%

b) Procter

Basisitas adalah jumlah gram SO4 yang terikat pada satu atom Cr (52 gram).

c) Sistem Amerika

Sistem ini tidak menyebut basisitas tapi aciditas.

Aciditas= 100% – x % basisitas schorlemmer.

Besar basisitas garam krom dimulai dari 0%-100%. Garam krom yang mempunyai basisitas nol sama sekali tidak mempunyai kemampuan untuk berikatan dengan protein kulit, sedangkan garam krom yang mempunyai basisitas 100% akan mengen dap sehingga tidak mungkin digunakan untuk menyamak kulit.

Dalam penyamakan kulit dengan garam krom, basistas harus diatur sedemikian rupa supaya pada awal penyamakan molekul-molekul bahan penyamak krom mudah masuk ke dalam jaringan kulit dan pada akhir penyamakan daya ikat molekul dinaikkan, sehingga molekul-molekul krom yang ada dalam jaringan kulit berikatan secara sempurna dengan protein-protein kolagen kulit.

Biasanya pada awal penyamakan menggunakan bahan penyamak krom dengan basisitas krom sebesar 33%. Pada basisitas tersebut garam krom mempunyai daya penetrasi yang baik terhadap jaringan kulit walaupun daya ikat terhadap kulit lemah. Pada akhir penyamakan, basisitas dinaikkan dari 33% menjadi 66%, supaya garam krom mampu berikatan dengan protein kulit secara sempurna.

Garam krom yang biasa digunakan untuk menyamak kulit berwarna hijau, berupa tepung yang basisitasnya 33% dengan kandungan krom tertentu. Sebagai contoh : chromosal B, chrometan B, baychrom A,chromosal SF,dan sacro R.

untuk menaikkan basisitas garam khrom, digunakan natrium karbonat (Na2CO3). untuk menaikkan basisitas 100 g Cr2O3 setinggi 1% diperlukan soda abu sebanyak 2,14 g. bila yang dimiliki garam khrom yang valensi Cr nya 6 untuk dapat digunakan sebagai bahan penyamak harus disusutkan terlebih dahulu, dengan direaksikan dengan bahan-bahan penyusut dalam suasana asam. bahan penyusut yang digunakan biasanya gula, molase, asam yang digunakan asam sulfat.

Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

8Na2Cr2O7+2AH2SO4+C12H22O11 ——-> 16Cr.OH.SO4+8Na2SO4+27H2O+12CO2

Salah satu resep pembuatan penyamak bahan penyamak khrom dari garam bikarbonat sebagai berikut :

100 bagian kalium bikarbonat dan 100 air dicampur dengan 100 bagian asam sulfat 96%. Kemudian di larutan gula dibuat 25 bagian gula dan 75 bagian air, di aduk.

Pekerjaan ini harus dilakukan dengan alat yang tidak mudah teroksidasi dan bereaksi dengan asam sulfat. Mengerjakan harus hati-hati sebab reaksinya sangat keras, reaksi di anggap selesai bila semua Cr6+ sudah Cr3+

Cara Uji : Sedikit larutan khrom ditambah air asam sulfat encer, perhidrol dan sedikit ether bila menjadi ungu, berarti masih ada Cr6+.

Untuk memeriksa basisitas dari cairan khrom :

1. Periksa jumlah Cr secara yodometri

2. Periksa asam yang terikat pada Cr secara netralisir

a = ml N tio untuk periksa Cr secara yodometri

b = ml N NaOH untuk periksa asam yang terikat pada Cr sebab a-b adalah OH yang terikat pada Cr yaitu :

6OH (=2Cr)-4 OH (= 2 SO2)= 2 OH

Bahan dasar yang digunakan adalah sebagai berikut :

- K2Cr2O7/Na2Cr2O7 90%

- Asam sulfat tehnis (98%)

- Aquadest


- Metode Penyamakan Krom

Bahan penyamak krom yang ada dipasaran mempunyai (produk paten) mempunyai kadar Cr2O3 dan basisitas yang berbeda-beda, maka penggunaan bahan ini harus dipertimbangan lebih dahulu sebelum melakukan penyamak kulit.

Kemampuan bahan penyamak krom ditentukan oleh kadar Cr2O3nya. Misalnya, chromosal B (dari bayer) mempunyai basisitas 33% dan kadar kromnya (Cr2O3) hanya 25%. Untuk menyamak kulit reptil dipergunakan formula sebagai berikut :

R/   80% air bekas pengasaman,

2,5% Cr2O3 atau 10% cromosal B, dan

1% soda abu (Na2CO3)

1)Tahap Pertama

Masukkan chromosal B kedalam air pengasaman bersama kulit reptile yang akan disamak, lalu diaduk-aduk dan diremas-remas dengan kuat agar zat penyamak krom dapat masuk ke dalam jaringan kulit. Tahap pertama ini memakan waktu selama  kurang lebih 2 jam, dan selama itu kulit harus terus-menerus diaduk-aduk dan diremas-remas tanpa berhenti.

2)Tahap Kedua

Soda abu sebelum dimasukkan harus dilarutkkan dulu ke dalam air dengan perbandingan 1:3, lalu dibagi menjadi 3 bagian. Setelahg waktu 2 jam pertama, masukkan sepertiga bagian soda abu yang telah di encerkan, kemudian diaduk-aduk selama 15 menit. Selanjutnya sepertiga bagian kedua dimasukkan kedalam bak penyamak sambil diaduk-aduk 15 menit. Kemudian masukkan sepertiga bagian yang terakhir dan diaduk-aduk selama 4 jam tanpa berhenti.

Catatan :

1)      yang dibuat sendiri. Jumlah pemakaian Cr2O3 sama yaitu 2,5%. Reduced chrom biasanya mempunyai kadar Cr2O3 lebih kecil dari pada chromosal B. Reduced chrom yang mempunyai kadar Cr2O3 sebesar 20%. Padahal untuk penyamakan kulit dibutuhkan kurang lebih 2,5%. Cr2O3 yang dihitung dari berat kulit (missal gk gram), maka keperluan Cr2O3

Dan kebutuhan reduced chrom adalah :

Demikian pula, apabila menggunakan produk lain sperti chrometan yang kandungan Cr2O3nya 26%, oerhitungan berdasarkan berat kulitnya.

2)      Pada awal penyamakan krom yang basisitas awalnya 33 1/3%, zat penyamak akan mudah masuk kedalam kulit , karena basisitas tersebut ukuran partikmelnya relative kecil daripada zat penyamak yang mempunyai basisitas lebih tinggi. Pada basisitas ini partikel mempunyai daya ikat yang lebih rendah.

Tahap selanjutnya adalah penambahan Na2CO3 untuk menaikkan basisitas, supaya mencapai 55%-66%. Pada basisitas tersebut zat penyamak mempunyai daya ikat yang tinggi, tapi penetrasinya rendah. Besarnya kenaikkan basisitas tergantung pada jumlah Na2CO3 yang ditambahkan.

Jumlah Na2CO3 tidak terpenuhi dapat menyebabkan kulit tidak matang, sehingga kulit menjadi keras dan kaku serta sulit untuk proses selanjutnya.

Jumlah natrium karbonat yang dibutuhkan adalah 1,3%-1,4% dari berat kulit (bloten). Selain natrium formiat sebesar 0,5%-1,2%.

Uji kemasakan kulit
Kulit samak krom dikatakan masak atau matang bila kulit tersebut telah tersamak sempurna. Tanda-tanda kulit telah tersamak sempurna apabila kulit tersebut telah mengalami pengerutan bila dimasukkan ke air mendidih selama 3-5 menit. Uji kemasakan tersebut dinamakan “Boiling Test” ( Uji air mendidih).

Cara pengujian kemaskan kulit samak krom adalah sebagai berikut.

Potonglah bagian kulit yang tebal, letakkan diatas papan kayu atau kertas yang rata, kemudian garislah dengan pensil membentuk bujur sangkar dengan ukuran 10×10 cm.
Masukkan kulit tersebut kedalam air yang dipanaskan sampai mendidih selama 5 menit. Kemudian keluarkan dari dalam air dan dalam keadaan basah letakkan kembali diatas papan pengukuran tadi.
Garislah kembali dengan pensil. Apabila kulit mengalami pengerutan ukurannya tentu akan berubah atau berbeda dengan ukuran semula.
Kulit dianggap cukup matang apabila pengerutannya tidak lebih 10% dari luas kulit sebelum direbus.
Penyebab tidak masaknya kulit yang disamak krom antara lain : kurangnya waktu pengadukan, kurangnya jumlah natrium karbonat. Untuk kulit-kulit tipis seperti kulit ular, kadal, dan biawak waktu pengadukan sampai masak kurang lebih 9 jam. Sedangkan untuk kulit reptile yang tebal seperti ular yang panjangnya lebih dari 3 meter atau kulit buaya yang mempunyai rajah yang keras, waktu pengadukan lebuh dari 9 jam, bahkan sampai 14 jam.

Jika dalam waktu tersebut belum juga matang, kemungkinan jumlah natrium karbonatnya kurang. Oleh kar na itu harus tambah kurang lebih 0,5% lagi dan waktu pengadukan ditambah 2 jam. Uji kemasakn dilakukan kembali setelah selesai pengadukan.

- FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYAMAKAN KROM
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyamakan krom antara lain:

a.Basisitas

Bahan penyamak krom membuat keberadaan basisitas. Basisitas yang semakin tinggi akan memperbesar krom komplek dalam larutan. Penggabungan dua atau lebih atom krom lebih dulu secara bersama dengan group hidroksil mengakibatkan terjadinya olation. Basisitas berhubungan sekali dengan pH. Reaksi antara krom komplek dengan OH dalam larutan tidak akan segera terbentuk,sehingga perubahan pH tidak menghasilkan basisitas baru dengan segera.

Basisitas dalam krom kompleks di definisikan sebagai presentase jumlah molekul hidroksil (OH) yang terikat dalam total valensi krom. Jika atom krom mengikat satu gugus hidroksil berarti senyawa ini mempunyai basisitas 33%,sedangkan yang mengikat dua gugus hidroksil (OH) senyawa ini mempunyai basisitas 66%.

Di dalam penyamakan krom dimulai dengan larutan yang mempunyai daya samak rendah yang berarti basisitas rendah dan diakhiri dengan larutan yang mempunyai daya samak tinggi yang berarti basisitas tinggi yaitu maksimum pada basisitas 50%.

Basisitas merupakan hal yang penting karena ini berhubungan dengan larutan krom,sehingga dalam penambahan ke dalam larutan krom,sehingga dalam penambahan bahan-bahan seperti NaHCO₃, Na₂CO₃,dalam penambahan ke dalam larutan krom harus dengan perlahan-lahan dan dengan pengadukan. Jika konsentrasi alkali terlalu tinggi akan menyebabkan terjadi garam krom yang terlalu cepat,dan apabila terjadi hal tersebut sulit untuk dipisahkan kembali sehingga akan berakibat fatal.

b. pH

Nilai pH dari larutan penyamakan krom sangat penting dimana pH yang tinggi akan mempercepat reaksi pada protein. Jika pH terlalu cepat atau terlalu tinggi akan mempercepat pengendapan bahan penyamak krom dalam larutan.

c. Temperatur

Temperatur yang tinggi akan mempercepat pergeseran reaksi. Pada temperatur tinggi reaksi pengikatan bahan penyamak krom dengan protein kulit semakin cepat dan olasi dari bahan penyamak krom menjadi lebih besar. Perbedaan pengaruh kebengkakan, penyamakan yang tidak rata, dan rajah tergambar dapat disebabkan karena temperature yang tinggi pada awal tahap penyamakan. Hampir semua penyamakan krom dimulai pada temperatur yang rendah.

d. Waktu

Proses penyamakan krom dan terbentuknya komplek baru, basisitas baru, olasi dan komplek yang ter-masking bukan merupakan reaksi yang cepat. Kecepatan masing-masimg reaksi berubah dengan kondisi pH dan temperatur.

e. Konsentrasi

Pada konsentrasi tinggi lebih banyak ligan dalam larutan yang akan bergabung dengan snyawa krom. Basisitas dari krom komplek juga akan menjadi rendah. Konsentrasi dan keseimbangan larutan dalam proses penyamakan krom harus dijaga agar tetap.

6. Kulit Wet Blue

Kulit Wet Blue adalah kulit yang telah disamak dengan bahan penyamak krom,tetapi belum diproses lebih lanjut dan dijual dalam keadaan basah,atau kulit Wet Blue adalah kulit yang baru saja disamak krom,tidak dikeringkan dan lain-lain. Sangat penting untuk diingat bahwa semua kulit Wet Blue meningkat keasamannya waktu pemeraman sehingga sangat peka terhadap variasi pH, maka kulit Wet Blue perlu untuk dinetralkan agar nantinya mampu bereaksi dengan bahan kimia pada proses selanjutnya.

sumber : Penyamakan krom

Bahan Kimia dan Fungsinya Pada Penyamakan Kulit

Pada mulanya dalam industri kulit hanya menggunakan bahan-bahan penyamak dari tumbuh-tumbuhan ( penyamak nabati) seperti kulit akasia, dll. Bahan- bahan nabati sangat ramah lingkungan, artinya tidak mempengarihi unsur-unsur yang ada di lingkungan, namun seiring perkembangan zaman manusia mulai menemukan bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses penyamakan kulit, bahan kimia membuat kulit dan produk yang dihasilkan jauh lebih baik daripada kulit yang disamak dengan bahan penyamak nabati.
Beberapa bahan-bahan kimia dalam proses penyamakan kulit, antara lain :

- Air (H2O)
Sekalipun air hanya merupakan bahan pembantu, namun peran air sangatlah     penting, yaitu sebagai perantara atau medium untuk menyampaikan bahan-bahan kimia lain ke dalam kulit.

- Garam ( NaCl)
Garam dapat menyerap cairan yang ada dalam kulit, sehingga kadar air dan kadar garam menjadi seimbang. Garam membuat bakteri menjadi kering dan akhirnya mati, sehingga tidak ada perkembangbiakan bakteri yang mengakibatkan kulit menjadi rusak

- Natrium Sulfida (Na2S)
Natrium sulfida berfungsi untuk merontokkan bulu. Hal ini dapat terjadi karena senyawa sulfida dapat memutuskan jembatan sulfida dari senyawa keratin atau bulu sehingga bulu menjadi rontok.

- Kapur  Ca(OH)2
Fungsi kapur adalah menyabun minyak atau lemak yang ada di dalam kulit, kapur jaga dapat mengangkut sisa protein yang ada dalam kulit.

- Asam format dan Natrium bisulfat
Asam format dan natrium bisulfat digunakan dalam proses pembuangan sisi-sisa kapur yang masih ada dalam kulit saat proses pembuangan bulu.

- Minyak sulfat
Minyak ikan yang di reaksikan dengan asam sulfat pekat akan menghasilkan minyak sulfat, kegunaannya untuk liquoring atau peminyakan dalam proses penyamakan kulit.

- Asam sulfat
Proses pengasaman digunakan untuk menghentikan keaktifan dari enzim yang digunakan pada proses pengikisan.

- Formaldehide (CH2O)
Reaksi formaldehide dengan asam amino yang terjadi dalam protein kulit mampu merubah sifat-sifat protein sehingga kulit menjadi lebih awet.

- Cromosal B
Cromosal B berasal dari produk patent Bayer, cromosal B digunakan dalam proses penyamakan krom.

- Compound SB
Compound SB berasal dari produk Hadson, kegunaannya adalah menaikkan basisitas pada proses penyamakan krom.

- Mimosa
Mimosa berasal dari tumbuh-tumbuhan dan di produksi oleh hadson dan bayer, kegunaannya sebagai bahan untuk penyamakan nabati yang mengandung zat aktif tannin.

sumber : bahan kimia penyamak kulit

Tahapan Proses Penyamakan Kulit Samak Nabati

Perendaman (Soaking)

Tujuan dilakukan perendaman (soaking) yaitu melunakkan kulit dengan maksud mengembalikan kulit seperti kulit basah (green hido atau kulit segar), menghilangkan kotoran, mempermudah menetralisasi bahan-bahan kimia pada proses berikutnya, dan menghilangkan garam-garam pengawet karena garam mencegah pembengkakan kulit sehingga akan menyulitkan pada proses berikutnya


Proses soaking dilakukan pertama kali dengan memisahkan kulit menurut klasifikasinya. Setelah itu, kulit ditimbang beratnya dan kulit dimasukkan dalam campuran air, antiseptik, teepol, dan NaOH. Temperatur air perendam 600% dibuat suhu sekitar 27 sampai 30ºC (suhu lebih dari 30ºC terjadi dekomposisi kulit), kemudian ditambahkan campuran antiseptik 0,5%, teepol 0,5%, dan NaOH 0,5%. Kulit diremas-remas selama 30 menit dan direndam selama semalam. Tanda-tanda kulit yang baik setelah perendaman yaitu tidak terdapat bau busuk, kulit lemas secara merata, bulunya tidak rontok dan beratnya naik menjadi 200 sampai 250 persen (dari berat awal kulit).

Pengapuran (Liming)

Tujuan proses pengapuran adalah menghilangkan epidermis, manghilangkan kelenjar minyak dan lemak, menghilangkan zat-zat kulit yang tidak diperlukan, untuk kulit yang memerlukan tingkat kelemasan yang tinggi maka proses pengapuran perlu dilakukan lebih lama dan lebih banyak zat kulit yang dikurangi, menghilangkan dan memudahkan pelepasan lapisan subkutis dari lapisan kutisnya

Kulit dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan air lalu kulit ditimbang beratnya. Kulit dimasukkan dalam campuran air sebanyak 400% (dari berat kulit), kapur 5%, dan Na2S 2%. Sebelumnya Na2S diencerkan dengan air panas dengan perbandingan 1:10. Kulit diremas-remas selama 20 menit kemudian didiamkan selama 10 menit. Kegiatan ini dilakukan sebanyak 4 kali, lalu kulit direndam selama semalam.

Penambahan Na2S bertujuan untuk memutuskan ikatan protein sehingga sisik dengan kulit gampang untuk dihilangkan. Penambahan kapur bertujuan untuk membengkakkan kulit. faktor-faktor yang mempengaruhi hasil proses pengapuran adalah temperatur, pH, konsentrasi, dan waktu. Tingginya suhu tidak boleh melebihi 27oC, hal ini dapat menyebabkan kapur menjadi sulit larut dan akan membahayakan kulit karena kulit dalam keadaan basa kuat. pH pada saat proses pengapuran diusahakan berkisar antara 11 sampai 12, bila pH terlalu rendah maka aktifitas bahan perontok bulu akan berkurang namun bila terlalu tinggi maka akan dapat merusak rajah kulit. Semakin tinggi konsetrasi pengapuran maka pengapuran akan semakin baik. Hal ini terjadi karena penghilangan globular protein maupun perontokan dapat berjalan dengam cepat. Waktu dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ketebalan kulit, jenis kulit, dan tujuan penggunaan kulit jadi.

Tanda-tanda kulit yang baik setelah pengapuran yaitu kulit tidak hancur, nerf tidak rusak, tidak terdapat goresan, tidak ada bintik-bintik dan bekas darah, dan bulu mudah dilepaskan dari kulit.

Buang kapur (Deliming)

Tujuan deliming untuk menghilangkan sisa-sisa kapur yang masih tersisa pada kulit. deliming atau proses buang kapur bertujuan untuk menghilangkan kapur yang terikat maupun yang tidak terikat pada bagian daging dan serat-serat kulit serta mempersiapkan kulit untuk proses selanjutnya. Jika kapur didalam kulit tidak dihilangkan maka kulit menjadi keras, mudah rapuh, dan berwarna gelap pada proses selanjutnya.

Langkah pertama, kulit ditimbang untuk mengetahui beratnya. Selanjutnya kulit dimasukkan dalam campuran air 200% dan natrium formiat 3%. Kemudian asam sulfat yang telah diencerkan sebanyak 0,75% dari berat kulit ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam campuran tersebut. Penambahan asam sulfat yang dilakukan harus dilakukan dengan tepat. Jika penambahan asam sulfat berlebihan akan menyebabkan kulit menjadi rusak. Selanjutnya kulit diremas-remas selama 90 menit lalu direndam selama semalam.

Tanda-tanda proses deliming berhasil apabila 2/3 sampai 3/4 penampang kulit berwarna putih (sebelumnya kulit telah diberi indikator pp) dan sisa kapur yang tertinggal berwarna merah dengan indikator pp akan menghilang pada proses selanjutnya.

Degreasing

Degreasing yaitu proses yang dilakukan untuk menghilangkan lemak yang ada di dalam kulit. Degreasing dilakukan dengan menimbang kulit telebih dahulu beratnya kemudian kulit dimasukkan ke dalam air 100%, teepol 5%, dan bensin 5%. Kulit diremas-remas selama 45 menit.  degreasing bertujuan untuk membuang sisa-sisa lemak baik setelah pikel maupun sebelum proses penyamakan serta menghilangkan seluruh lemak alami pada jaringan lemak yang masih terdapat pada kulit baik pada bagian daging maupun bagian yang dirajah.

Bating

Tujuan bating yaitu melanjutkan pembuangan sisa zat-zat dalam kulit yang bukan kolagen yang belum hilang pada proses liming, menghilangkan sisa-sisa akar bulu, menghilangkan kepekaan kulit agar kulit tidak mengadakan kontraksi, dan menghilangkan zat-zat kulit yang tidak diperlukan.

Proses bating biasanya menggunakan enzim kelenjar pankreas hewan ternak (babi, sapi, kambing, dan domba). Pankreas dari sapi kemampuan digestinya lemah, kambing dan domba kemampuan digestinya medium, sedangkan babi kemampuan digestinya yang paling kuat

Bahan-bahan yang digunakan proses bating yaitu air 100%, oropon 1%. Oropon berfungsi sebagai agensia bating. terdapat banyak nama-nama paten yang terdapat dalam perdagangan misanya oropon, pancreal, enzylon, dan lain-lain. Proses bating dilakukan dengan mencuci kulit terlebih dahulu kemudian menimbang beratnya. Kulit dimasukkan ke dalam campuran air dan oropon kemudian kulit diremas-remas selama 2 jam dan kulit direndam selama semalam.

Tanda-anda kulit yang baik setelah mengalami proses bating apabila kulit ditetesi indikator pp penampang kulit seluruhnya akan berwarna putih, apabila kulit ditekan dengan ibu jari akan membekas dan lama kembalinya, dan kulit akan terasa licin kalau dipegang.

Tanning

Tanning bertujuan untuk mengubah kulit mentah yang mudah rusak oleh aktivitas mikroorganisme, khemis, atau phisis menjadi kulit tersamak yang lebih tahan terhadap pengaruh-pengaruh tersebut.

Proses tanning memerlukan waktu yang cukup lama, oleh karena itu diperlukan waktu yang dibutuhkan selama semalam. prinsip penyamakan nabati dimulai dengan bahan penyamak (mimosa) yang bermolekul kecil dan daya ikat kecil, sehingga penetrasi kedalam kulit bebas. Kemudian molekul dan daya ikatnya diperbesar didalam kulit dengan cara merubah kepekatan larutan penyamak dan pHnya maka kulit akan tersamak merata dan sempurna. Oleh karena itu penyamakan dimulai dengan zat penyamak nabati yang kepekatan larutannya rendah (pH tinggi) dan diakhiri dengan kepekatan larutan yang tinggi (pH rendah).

Proses tanning dilakukan menggunakan campuran air 100% dan mimosa 10%, kemudian kulit diremas-remas selama 90 menit dan kulit direndam selama semalam.

Netralisasi

Netralisasi bertujuan agar kulit dalam kondisi yang normal (pH normal). Proses netralisasi dilakukan dengan cara mengalirkan air pada seluruh permukaan kulit. Setelah proses netralisasi kulit dibentangkan dan dibiarkan sampai mengering.

Proses dan control proses Industri pencelupan

BAHAN PENCELUP 
1.      Pengenalan Bahan Pencelup
Pencelupan merupakan suatu upaya dalam meningkatkan nilai komersil dari barang. Nilai komersil ini menyangkut nilai indra seperti warna, pola dan mode, dan nilai-nilai guna yang tergantung dari apakah produk akhir dipakai untuk pakaian, barang-barang rumah tangga atau penggunaan lain. Lagi pula, nilai-nilai guna sebagai pakaian tergantung pada tingkatan yang dikehendaki dari sifat-sifat penyesuaian seperti misalnya sifat-sifat pemakaian, sifat-sifat pengolahan, sifat-sifat perombakan dan sifat-sifat sebagai cadangan. Nilai-nilai ini dapat diberikan dengan cara yang beraneka ragam oleh macam -macam bahan, seperti serat kapas, benang, kain tenun, dan kain rajut, bermacam-macam cara proses, termasuk pencelupan.
Pencelupan adalah suatu proses pemberian warna pada bahan secara merata dan baik, sesuai dengan warna yang diinginkan. Sebelum pencelupan dilakukan maka harus dipilih zat warna yang sesuai dengan serat. Pencelupan dapat dilakukan dengan berbagai macam teknik dengan menggunakan alat-alat tertentu pula.
Pencelupan pada umumnya terdiri dari melarutkan atau mendispersikan zat warna dalam air atau medium lain, kemudian memasukkan bahan kedalam larutan tersebut sehingga terjadi penyerapan zat warna kedalam serat. Penyerapan zat warna kedalam serat merupakan suatu reaksi eksotermik dan reaksi kesetimbangan. Beberapa zat pembantu misalnya garam, asam, alkali atau lainnya ditambahkan kedalam larutan celup dan kemudian pencelupan diteruskan hingga diperoleh warna yang dikehendaki.

Vickerstaf menyimpulkan bahwa dalam pencelupan terjadi tiga tahap, yaitu :
o   Tahap pertama merupakan molekul zat warna dalam larutan yang selalu bergerak, pada suhu tinggi gerakan molekul cepat. Kemudian bahan dimasukkan kedalam larutan celup. Serat dalam larutan bersifat negatif pada permukaannya sehingga dalam tahap ini terdapat dua kemungkinan yakni molekul zat warna akan tertarik oleh serat atau tertolak menjauhi serat. Oleh karena itu perlu penambahan zat – zat pembantu untuk mendorong zat warna lebih mudah mendekati permukaan serat. Peristiwa tahap pertama tersebut sering disebut difusi zat warna dalam larutan.
o   Dalam tahap kedua molekul zat warna yang mempunyai tenaga cukup besar dapat mengatasi gaya – gaya tolak dari permukaan serat, sehingga molekul zat warna tersebut dapat terserap menempel pada permukaan serat. Peristiwa ini disebut adsorpsi.
o   Tahap ketiga yang merupakan bagian yang terpenting dalam pencelupan adalah penetrasi atau difusi zat warna dari permukaan serat kepusat. Tahap ketiga merupakan proses yang paling lambat sehingga dipergunakan sebagai ukuran menentukan kecepatan celup.

2.      Gaya-Gaya Ikat Pada Pencelupan
Agar pencelupan dan hasil celupan baik dan tahan cuci, maka gaya ikatan antara zat warna dengan serat harus lebih besar daripada gaya – gaya yang bekerja antara zat warna dengan air. Pada dasarnya dalam pencelupan terdapat empat jenis gaya ikatan yang menyebabkan adanya daya serap yaitu ;
·         Ikatan Hidrogen
      Merupakan ikatan sekunder yang terbentuk karena atom hidrogen pada gugus hidroksil atau amina mengadakan ikatan yang lemah dengan atom lainnya. Contoh : zat warna direk, naftol, dispersi.
·         Ikatan Elektrovalen
Ikatan antara zat warna dengan serat yang kedua merupakan ikatan yang timbul karena gaya tarik menarik antara muatan yang berlawanan. Contoh : Zat warna asam, zat warna basa.
·         Ikatan non polar/ Van der Waals
Pada proses pencelupan daya tarik antara zat warna dan serat akan bekerja lebih sempurna bila molekul – molekul zat warna tersebut berbentuk memanjang dan datar. Contoh : zat warna direk, zat warna bejana, belerang, dispersi, dan sebagainya.
·         Ikatan kovalen
Misalnya zat warna reaktif terikat pada serat dengan ikatan kovalen yang sifatnya lebih kuat daripada ikatan – ikatan lainnya sehingga sukar dilunturkan.

3.      Bahan Baku Pencelup
Sumber utama bahan pencelup adalah air, cileting, sabun, cuka, dan dispersing Leveling.

4.      Metode Pencelupan
Metode pencelupan bermacam-macam tergantung efektifitas dan efisiensi yang akan diharapkan. Metode pencelupan bahan tekstil diantaranya adalah :
·         Metode pencelupan, Mc Winch, Jet/ over flow, package, dan beam.
1.      Metode normal proses, penambahan garam secara bertahap.
2.      Metode all – in proses.
3.      Metode migrasi proses.
4.      Metode isotermal proses.
·         Metode pencelupan cara jigger
·         Metode pencelupan cara pad – batch.

5.      Proses-Proses Pencelupan
Proses-proses pencelupan dbagi menjadi beberapa bagian, yaitu :
o   Singieng : Menghilangkan bulu yang timbul pada benang atau kain akibat gesekan yang terjadi pada proses pertenunan, proses ini dimaksudkan supaya permukaan kain akan menjadi rata, sehingga pada proses pencelupan akan didapatkan warna yang rata dan cemerlang.
o   Dezising : Menghilangkan zat kanji yang melapisi permukaan kain atau benang, sehingga dengan hilangnya kanji tersebut penyerapan obat kimia kedalam kain tidak terhalang.
o   Scouring : Menghilangkan pectin, lilin, lemak dan kotoran atau debu yang ada pada serat kapas. Zat ini akan menolak pembasah air sehingga kapas yang belum dimasak susah dibasahi yang menyebabkan proses penyerapan larutan obat kimia dalam proses berikutnya tidak terjadi dengan sempurna.
o   Bleaching : Menghilangkan zat pigmen warna dalam serat yang tidak bisa hilang pada saat proses scouring, sehingga warna bahan menjadi lebih putih bersih dan tidak mempengaruhi hasil warna pada saat proses pencelupan dan pemutihan optical.
o   Mercerizing : Memberikan penampang serat yang lebih bulat dengan melepaskan putaran serat atau reorientasi dari rantai molekul selulosa menyebabkan deretan kristalin yang lebih sejajar dan teratur. Proses ini akan menambah kilap, daya serap terhadap zat warna bertambah, memperbaiki kestabilan dimensi, kekuatan tarik bertambah, memperbaiki dan menghilangkan efek negative kapas yang belum matang/kapas mati.
Setelah selesai pengerjaan tersebut pencelupan dapat dilakukan misalnya pencelupan dengan sistem exhoution/ perendaman dan sistem kontinyu. Dalam proses ini yang pertama dilakukan adalah persiapkan air dengan perbandingan 1/10 lalu masukkan zat pembantu terdiri dari cileting, sabun, cuka, Dispersing Leveling dengan temperatur panas sebesar 30oC selama 30 menit, lalu masukkan zat warna, naikkan menjadi 60oC selama 10 menit, lalu untuk warna muda naikkan suhu sampai 130oC selama 30 menit dan 60 menit untuk warna tua dengan suhu konstan. Setelah itu proses pendinginan (cooling) sampai 80oC dan mencapai suhu tersebut butuh 15 menit. Setelah itu air dibuang dari dalam tabung lalu dilakukan pembilasan kembali dengan air biasa.

6.      Proses Pencelupan dengan Zat Warna Reaktif
Pada prinsipnya proses pencelupan dengan zat warna reaktif adalah dengan mensirkulasikan bahan dengan larutan zat warna dan beberapa obat pembantu, dengan konsentasi tertentu selama waktu dan temperatur tertentu menggunakan mesin pencelupan.
a.        Metode Penambahan Garam Secara Bertahap

b.         Metode Penambahan Garam diawal Proses


Metoda ini lebih cocok digunakan untuk warna-warna celupan sedang sampai tua dan untuk mesin dengan sirkulasi larutan celup dan bahan tekstilnya ,contohnya mesin Jet Dyeing , Jet Flow.

 7.      Hal – hal yang mempengaruhi proses pencelupan.
o    Pengaruh elektrolit
Pada intinya penambahan elektrolit kedalam larutan celup adalah memperbesar jumlah zat warna yang terserap oleh serat, meskipun beraneka zat warna akan mempunyai kesepakatan yang berbeda.
o   Pengaruh Suhu
Pada umumnya peristiwa pencelupan adalah eksotermis. Maka dalam keadaan setimbang penyerapan zat warna pada suhu yang tinggi akan lebih sedikit bila dibandingkan penyerapan pada suhu yang rendah. Akan tetapi dalam praktek keadaan setimbang tersebut sukar dapat dicapai hingga pada umumnya dalam pencelupan memerlukan pemanasan untuk mempercepat reaksi
o   Pengaruh perbandingan larutan
Perbandingan larutan celup artinya perbandingan antara besarnya larutan terhadap berat bahan tekstil yang diproses. Dalam kurva isotherm terlihat bahwa kenaikan konsentrasi zat warna dalam larutan akan menambah besarnya penyerapan.
Maka untuk mencelup warna-warna tua diusahakan untuk memakai perbandingan larutan celup yang kecil, sehingga zat warna yang terbuang atau hilang hanya sedikit. Untuk mengurangi pemborosan dalam pemakian zat warna dapat mempergunakan larutan simpan bekas (standing bath) celupan. Dengan menambahkan zat warna baru pada larutan bekas tadi maka dapat diperoleh larutan celup dengan konsentrasi seperti semula.
o   Pengaruh pH
Penambahan alkali mempunyai pengaruh menambah penyerapan. Meskipun demikian kerap kali dipergunakan soda abu untuk mengurangi kesadahan air yang dipakai atau untuk memperbaiki ke larutan zat warna.

sumber : pencelupan

Proses Pewarnaan Pada Industri Tekstil

A.    BAHAN PEWARNA 
1.      Pengenalan Bahan Pewarna
Bahan pewarna secara sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu benda berwarna yang memiliki afinitas kimia terhadap benda yang diwarnainya. Bahan pewarna pada umumnya memiliki bentuk cair dan larut di air. Pada berbagai situasi, proses pewarnaan menggunakanmordant untuk meningkatkan kemampuan menempel bahan pewarna.
Bahan pewarna dan pigmen terlihat berwarna karena mereka menyerap panjang gelombang tertentu dari cahaya. Berlawanan dengan bahan pewarna, pigmen pada umumnya tidak dapat larut, dan tidak memiliki afinitas terhadap substrat.
Bukti arkeologi menunjukkan bahwa, khususnya di India danTimur Tengah, pewarna telah digunakan selama lebih dari 5000 tahun. Bahan pewarna dapat diperoleh dari hewan, tumbuhan, atau mineral. Pewarna yang diperoleh dari bahan-bahan ini tidak memerlukan proses pengolahan yang rumit.
 2.      Bahan Baku Pewarna
Sumber utama bahan pewarna adalah tumbuhan, khususnyaakar-akaran, beri-berian, kulit kayu, daun, dan kayu. Sebagian dari pewarna ini digunakan dalam skala komersil.

 3.      Pewarna Alami
Pewarna alami adalah zat warna alami (pigmen) yang diperoleh dari tumbuhan, hewan, atau dari sumber-sumber mineral. Zat warna ini telah digunakan sejak dulu dan umumnya dianggap lebih aman daripada zat warna sintetis. Dalam daftar FDA pewarna alami dan pewarna identik alami tergolong dalam ”uncertified color additives”  karena tidak memerlukan sertifikat kemurnian kimiawi.
Keterbatasan pewarna alami adalah seringkali memberikan rasa dan flavor khas yang tidak diinginkan (pada makanan), konsentrasi pigmen rendah, stabilitas pigmen rendah, keseragaman warna kurang baik dan spektrum warna tidak seluas pewarna sintetik. Pewarna sintetik mempunyai keuntungan yang nyata dibandingkan pewarna alami, yaitu mempunyai kekuatan mewarnai yang lebih kuat, lebih seragam, lebih stabil dan biasanya lebih murah. Contoh pewarna alami yaitu: karoten, biksin, karamel, klorofil, antosianin, daun jambu biji, kulit manggis, dll.

4.      Pewarna Sintetis
Pewarna organik pertama yang dibuat oleh manusia adalahmauveine. Pewarna sintetik ini ditemukan oleh William Henry Perkinpada tahun 1856. Sejak itu, berbagai jenis pewarna sintetik berhasil disintesis.
Pewarna sintetik secara cepat menggantikan peran dari pewarna alami sebagai bahan pewarna. Hal ini disebabkan karena biaya produksinya yang lebih murah, jenis warna yang lebih banyak, lebih stabil, dan kemampuan pewarnaan yang lebih baik. Pewarna sintetik diklasifikasikan berdasarkan cara penggunaan di proses pewarnaan. Secara umum, pewarna sintetik digolongkan sebagai :
·         Pewarna asam
·         Pewarna basa
·         Pewarna direct
·         Pewarna mordant
·         Pewarna vat
·         Pewarna reaktif
·         Pewarna disperse
·         Pewarna azo
·         Pewarna sulfur

 5.      Macam-Macam Pewarna
Penggolongan bahan pewarna adalah sebagai berikut:
·         Oksidasi basa, terutama untuk rambut dan bulu
·         Pewarna kulit, untuk bahan kulit
·         Pencerah floresens, untuk serat tekstil dan kertas
·         Pewarna solven, untuk kayu, solven tinta
·         Pewarna karbin, metode pewarnaan yang baru dikembangkan untuk mewarnai berbagai jenis substrat.

 6.      Proses Pewarnaan
a.      Proses Pewarnaan Pada Industri Tekstil
Proses pewarnaan pada tekstil umumnya meliputi proses berikut ini :
·         Proses pewarnaan (proses mordanting) untuk meningkatkan daya tarik zat warna terhadap bahan tekstil dan meningkatkan kerataan dan ketajaman zat warna. Mordanting dilakukan dengan cara merendam kain dalam air sabun netral atau larutan tawas dan soda abu.
·         Proses selanjutnya adalah pencelupan kain dalam pewarna yang diinginkan. Pencelupan yaitu pemberian warna pada bahan tekstil secara merata dengan warna yang sama pada seluruh bahan tekstil dengan 3 komponen bahan utama yaitu zat warna, air dan obat bantu.
·         proses fiksasi/penguncian dengan larutan FeSO4, tawas dan kapur tohor agar warna tidak mudah luntur. Selain pewarnaan, bisa juga dilakukan bleaching untuk menghilangkan warna sehingga kain jadi putih bersih dan cemerlang. Agen bleaching yang umum dipakai adalah hidrogen peroksida.
·         Pencapan adalah pemberian warna pada bahan tekstil secara setempat pada permukaan bahan tekstil sehingga menimbulkan komposisi warna dan motif tertentu.
Proses pewarnaan diatas umumnya dilakukan di Industri tekstil. Untuk produk tekstil yang digunakan untuk kepentingan terbatas (biasanya menyangkut karya seni )ada juga cara pewarnaan lain seperti menggunakan teknik lukis, colet, air brush dsb.
b.      Proses Pewarnaan Pada Kulit Manggis Sebagai Pewarna Batik Alami
Pembuatan pewarna alami kain batik meliputi 2 tahap yaitu:
·         Pembuatan kulit manggis menjadi pewarna alam
Tahapan proses pembuatan pewarna alam adalah:
o   Kulit manggis dicuci, dikeringkan dan dihaluskan agar dalam ekstraksi mendapatkan hasil sempurna lalu diblender.
o   Kemudian dimasukkan dalam petroleum eter.
o   Setelah lemak dipisahkan kulit manggis diekstrak menggunakan etanol 95% sedangkan larutan basa berair diekstrak dengan klorofom agar tannin terpisah dengan senyawa lainnya,
o   Lalu diuapkan untuk mendapatkan kristal warna coklat yang digunakan untuk mewarnai batik.
·         Pembuatan kain batik dari pewarna kulit manggis tersebut.
Tahapan proses pembuatan kain batik adalah:
o   kain dibuat motifnya lebih dahulu setelah itu dilakukan perekatan dengan malam untuk menahan warna.
o   Proses berikutnya disebut medel yaitu pencelupan warna dasar kain pada zat warna yang berasal dari pengenceran kristal kulit manggis.
o   Dilanjutkan dengan menghilangkan malam klowongan dan pengunaan malam ketiga disambung dengan pencelupan zat warna yang kedua, ditambah memfiksasi kain dengan fiksator. Proses tersebut dilakukan berkali-kali sampai mendapatkan warna yang didinginkan.
o   Selanjutnya pembersihan seluruh malam yang menempel di kain dengan cara dimasak dalam air mendidih dengan ditambah air tapioka lalu dicuci dan dikeringkan dengan tidak terkena sinar matahari secara langsung.

handapeunpost