Showing posts with label Industri. Show all posts
Showing posts with label Industri. Show all posts

Penyamakan Kulit Mentah Menjadi Kulit Siap Dijadikan Produk

Proses Produksi Industri Penyamakan Kulit

Industri penyamakan kulit adalah industri yang mengolah kulit mentah menjadi kulit jadi. Industri penyamakan kulit merupakan salah satu industri yang didorong perkembangannya sebagai penghasil devisa non migas. Potensi penyamakan kulit di Indonesia pada tahun 1994 terdiri dari 586 jumlah perusahaan yang terdiri dari industri kecil sebesar 489 unit dan industri menengah sebesar 8 unit, dengan kapasitas produksi sebesar 70,994 ton ( Dirjen industri aneka 1995). 
Pada Pelita VI Industri kulit dan produk kulit mempunyai investasi sebesar 3,746 milyar rupiah dengan penyerapan tenaga kerja 51,399 orang dengan jumlah Produksi 19,122 milyar rupiah dengan nilai ekspor US 7,354 juta.
Proses Produksi Industri Penyamakan kulit.
Industri penyamatan kulit adalah industri yang mengolah kulit mentah (hides atau skins) menjadi kulit jadi atau kulit tersamak (leather) dengan menggunakan bahan penyamak. Pada proses penyamakan, semua bagian kulit mentah yang bukan colagen saja yang dapat mengadakan reaksi dengan zat penyamak. Kulit jadi sangat berbeda dengan kulit mentah dalam sifat organoleptis, fisis, maupun kimiawi.
Secara prinsip, ditinjau dari bahan penyamak yang digunakan, maka ada beberapa macam penyamakan yaitu:
a.       Penyamakan Nabati.
Penyamakan dengan bahan penyamakan nabati yang berasal dari tumbuhan yang mengandung bahan penyamak misalnya kulit akasia, sagawe , tengguli, mahoni, dan kayu quebracho, eiken, gambir, the, buah pinang, manggis, dll. Kulit jadi yang dihasilkan misalnya kulit tas koper, kulit sol, kulit pelana kuda, kulit ban mesin, kulit sabuk dll.
b.      Penyamakan mineral.
Penyamak dengan bahan penyamak mineral , misalnya bahan penyamak krom. Kulit yang dihasilkan misalnya kulit boks, kulit jaket, kulit glase, kulit suede, dll. Disamping itu ada pula bahan penyamak aluminium yang biasanya untuk menghasilkan kulit berwarna putih ( misalnya kulit shuttle cock).
c.       Penyamakan minyak.
Penyamak dengan bahan penyamak yang berasal dari minyak ikan hiu atau ikan lain, biasanya disebut minyak kasar. Kulit yang dihasilkan misalnya: kulit berbulu tersamak, kulit chamois ( kulit untuk lap kaca) dll.
Dalam prakteknya untuk mendapatkan sifat fisis tertentu yang lebih baik, misalnya tahan gosok, tahan terhadap keringat dan basah, tahan bengkuk, dll, biasanya dilakukan dengan cara kombinasi.
Ada kalanya suatu pabrik penyamkan kulit hanya melaksanakan proses basah saja, proses penyamakan saja, proses penyelesaian akhir atau melakukan 2 tahapan atau ketiga- tiganya sekaligus.
Dalam Industri penyamatan kulit, ada tiga pokok tahapan penyamatan kulit,yaitu:
1. Tahapan Proses Pengerjaan Basah ( Beam House).
a.       Perendaman ( Soaking).
Maksud perendaman ini adalah untuk mengembalikan sifat- sifat kulit mentah menjadi seperti semula, lemas, lunak dan sebagainya. Kulit mentah kering setelah ditimbang, kemudian direndam dalam 800- 1000 % air yang mengandung 1 gram/ liter obat pembasah dan antiseptic, misalnya tepol, molescal, cysmolan dan sebagainya selama 1- 2 hari. Kulit dikerok pada bagian dalam kemudian diputar dengan drum tanpa air selama 1/ 5 jam, agar serat kulit menjadi longgar sehingga mudah dimasuki air dan kulit lekas menjadi basah kembali. Pekerjaan perendaman diangap cukup apabila kulit menjadi lemas, lunak, tidak memberikan perlawanan dalam pegangan atau bila berat kulit telah menjadi 220- 250% dari berat kulit mentah kering, yang berarti kadar airnya mendekati kulit segar (60-65 %). Pada proses perendaman ini, penyebab pencemarannya ialah sisa desinfektan dan kotoran- kotoran yang berasal dari kulit.
b.      Pengapuran ( Liming).
Maksud proses pengapuran ialah untuk.
1) Menghilangkan epidermis dan bulu.
2) Menghilangkan kelenjar keringat dan kelenjar lemak.
3) Menghilangkan semua zat-zat yang bukan collagen yang aktif menghadapi zat-zat penyamak.
Cara mengerjakan pengapuran, kulit direndam dalam larutan yang terdiri dari 300-400 % air (semua dihitung dari berat kulit setelah direndam), 6-10 % Kapur Tohor Ca (OH)2, 3-6 % Natrium Sulphida (Na2S). Perendaman ini memakan waktu 2-3 hari.
Dalam proses pengapuran ini mengakibatkan pencemaran yaitu sisa- sisa Ca (OH)2, Na2S, zat-zat kulit yang larut, dan bulu yang terepas.
c.       Pembelahan ( Splitting).
Untuk pembuatan kulit atasan dari kulit mentah yang tebal (kerbau-sapi) kulit harus ditipiskan menurut tebal yang dikehendaki dengan jalan membelah kulit tersebut menjadi beberapa lembaran dan dikerjakan dengan mesin belah ( Splinting Machine). Belahan kulit yang teratas disebut bagian rajah (nerf), digunakan untuk kulit atasan yang terbaik. Belahan kulit dibawahnya disebut split, yang dapat pula digunakan sebagai kulit atasan, dengan diberi nerf palsu secara dicetak dengan mesin press (Emboshing machine), pada tahap penyelesaian akhir. Selain itu kulit split juga dapat digunakan untuk kulit sol dalam, krupuk kulit, lem kayu dll. Untuk pembuatan kulit sol, tidak dikerjakan proses pembelahan karena diperlukan seluruh tebal kulit.
d.      Pembuangan Kapur ( Deliming)
Oleh karena semua proses penyamakan dapat dikatakan berlangsung dalam lingkungan asam maka kapur didalam kulit harus dibersihkan sama sekali. Kapur yang masih ketinggalan akan mengganggu proses- proses penyamakan. Misalnya :
1)  Untuk kulit yang disamak nabati, kapur akan bereaksi dengan zat penyamak menjadi Kalsium Tannat yang berwarna gelap dan keras mengakibatkan kulit mudah pecah.
2) Untuk kulit yang akan disamak krom, bahkan kemungkinan akan menimbulkan pengendapan Krom Hidroksida yang sangat merugikan.
Pembuangan kapur akan mempergunakan asam atau garam asm, misalnya H2SO4, HCOOH, (NH4)2SO4, Dekaltal dll.
e.       Pengikisan Protein ( Bating).
Proses ini menggunakan enzim protese untuk melanjutkan pembuangan semua zat- zat bukan collagen yang belum terhilangkan dalam proses pengapuran antara lain:
1) Sisa- sisa akar bulu dan pigment.
2) Sisa- sisa lemak yang tak tersabunkan.
3) Sedikit atau banyak zat- zat kulit yang tidak diperlukan artinya untuk kulit atasan yang lebih lemas membutuhkan waktu proses bating yang lebih lama.
4) Sisa kapur yang masih ketingglan.
f.       Pengasaman (Pickling).
Proses ini dikerjakan untuk kulit samak dan krom atau kulit samak sintetis dan tidak dikerjakan untuk kulit samak nabati atau kulit samak minyak. Maksud proses pengasaman untuk mengasamkan kulit pada pH 3- 3,5 tetapi kulit kulit dalam keadaan tidak bengkak, agar kulit dapat menyesuaikan dengan pH bahan penyamak yang akan dipakai nanti.
Selain itu pengasaman juga berguna untuk:
1) Menghilangkan sisa kapur yang masih tertinggal.
2) Menghilangkan noda- noda besi yang diakibatkan oleh Na2gS, dalam pengapuran agar kulit menjadi putih bersih.
2. Tahapan Proses Penyamakan ( Tanning).
Proses penyamakan dimulai dari kulit pikel untuk kulit yang akan disamak krom dan sintan,
Fungsi masing-masing proses sbb:
a.       Penyamakan.
Pada tahap penyamakan ini ada beberapa cara yang bisa dilakukan, yakni:
1) Cara Penyamakan dengan Bahan Penyamakan Nabati.
a). Cara Counter Current
Kulit direndam dalam bak penyamakan yang berisi larutan ekstrak nabati + 0,50. Be selama 2 hari, kemudian kepekatan cairan penyamakan dinaikkan secara bertahap sampai kulit menjadi masak yaitu 3- 4 0Be untuk kulit yang tipis seperti kulit lapis, kulit tas, kuli pakaian kuda, dll sedang untuk kulit- kulit yang tebal seperti kulit sol, ban mesin dll a pada kepekatan 6-8 0 be. Untuk kulit sol yang keras dan baik biasanya setelah kulit tersanak masak dengan larutan ekstrak, penyamakan masih dilanjutkan lagi dengan cara kulit ditanam dalam babakan dan diberi larutan ekstrak pekat selama 2-5 minggu.
b). Sistem samak cepat.
Didahului dengan penyamakan awal menggunakan 200% air, 3% ekstrak mimosa (Sintan) putar dalam drum selam 4 jam. Putar terus tambahkan zat peyamak hingga masak diamkan 1 malam dalam drum.
2). Cara Penyamakan dengan Bahan Penyamakan Mineral.
a). Menggunakan bahan penyamak krom
Zat penyamak krom yang biasa digunakan adalah bentuk kromium sulphat basa. Basisitas dari garam krom dalam larutan menunjukkan berapa banyak total velensi kroom diikat oleh hidriksil sangat penting dalam penyamakan kulit. Pada basisitas total antara 0-33,33%, molekul krom terdispersi dalam ukuran partikel yang kecil ( partikel optimun untuk penyamakan). Zat penyamak komersial yang paling banyak digunakan memunyai basisitas 33,33%. Jika zat penyamak krom ini ingin difiksasikan didalam substansi kulit, maka basisitas dari cairan krom harus dinaikkan sehingga mengakibatkan bertambah besarnya ukuran partikel zat penyamak krom. Dalam penyamakan diperlukan 2,5- 3,0% Cr2O3 hanya 25 %, maka dalam pemakainnya diperlukan 100/25 x 2,5 % Cromosol B= 10% Cromosol B. Obat ini dilautkan dengan 2-3 kali cair, dan direndam selama 1 malam. Kulit yang telah diasamkan diputar dalam drum dengan 80- 100%air, 3-4 % garam dapur (NaCl), selma 10-15 menit kemudian bahan penyamak krom dimasukkan sbb:
- 1/3 bagian dengan basisitas 33,3 % putar selama 1 jam.
- 1/3 bagian dengan basisitas 40-45 % putar selama 1 jam.
-1/3 bagian dengan basisitas 50 % putar selama 3 jam
b). Cara penyamakan dengan bahan penyamak aluminium (tawas putih).
Kulit yang telah diasamkan diputar dengan:
-  40- 50 % air.
- 10% tawas putih.
- 1- 2% garam, putar selama 2-3 jam lu ditumpuk selam 1 malam.
- Esok harinya kulit diputar lagi selama ½ – 1 jam, lalu gigantung dan dikeringkan pada udara yang lembabselama 2-3 hari. Kulit diregang dengan tangan atau mesin sampai cukup lemas.
3). Cara Penyamakan dengan Bahan Penyamakan Minyak.
Kulit yang akan dimasak minyak biasanya telah disamak pendahuluan dengan formalin. Kulit dicuci untuk menghilangkan kelebihan formalin kemudian dierah unuk mengurangi airnya, diputar dengan 20-30 % minyak ikan, selama 2-3 jam, tumpuk 1 malam selanjutnya digantung dan diangin- anginkan selam 7-10 hari.
Tanda-tanda kulit yang masak kulit bila ditarik mudah mulur dan bkas tarikan kelihatan putih. Kulit yang telah masak dicuci dengan larutan Na2CO3 1%.
b.      Pengetaman (Shaving).
Kulit yang telah masak ditumpuk selama 1-2 hari kemudian diperah dengan mesin atau tangan untuk menghilangkan sebagian besar airnya, lalu diketam dengan mesin ketam pada bagian daging guna mengatur tebal kulit agar rata. Kulit ditimbang guna menentukan jumlah khemikalia yang akan diperlukan untuk proses- proses selanjutnya, selanutnya dicuci dengan air mengalir ½ jam.
c.       Pemucatan ( Bleaching).
Hanya dikerjakan untuk kulit samak nabati dan biasanya digunakan asam- asam organik dengan tujuan:
1) Menghilangkan lek- flek bsi dari mesin ketam.
2) Menurunkan pH kulit yang berarti memudahkan warna klit.
Cara mengerjakan proses pemucatan, kulit diputar dengan 150-2005 air hangat (36- 40 0C ). 0,5-1,0 % asam oksalat selama ½- 1 jam.
d.      Penetralan ( Neutralizing).
Hanya dikerjakan untuk kulit samak krom. Kulit samak krom dilingkungannya sangat asam ( pH 3-4) maka kulit perlu dinetralkan kembali agar tidak mengganggu dalam proses selanjutnya. Penetralan biasanya mempergunakan garam alkali misalnya NaHCO3, Neutrigan dll.
Cara melakukan penetralan, kulit diputar dengan 200% air hangat 40-600C. 1-2 % NaHCO3 atau Neutrigan. Putar selama ½- 1 jam.Penetralan dianggap cukup bila ½- ¼ penampang kulit bagian tengah berwarna kunung terhadap Bromo Cresol Green (BCG) indikator, sedangkan kulit bagian tepi berwarna biru. Kulit kemudian dicuci kembali.
e.       Pengecetan Dasar ( Dyeing).
Tujuan pengecetan dasar ialah untuk memnberikan warna dasar pada kulit agar pemakaian cat tutup nantinya tidak terlalu tebal sehingga cat tidak mudah pecah.
Cat dasar yang dipakai untuk kulit ada 3 macam:
1). Cat direct, untuk kulit samak krom.
2). Cat asam, untuk kulit samak krom dan nabati.
3). Cat basa, untuk kulit samak nabati.
f.       Peminyakan (Fat liguoring).
Tujuan proses peminyakan pada kulit antara lain sebagai berikut:
1). Untuk pelumas serat- serat kulit ag kulit menjadi tahan tarik dan tahan  getar.
2). Menjaga serat kulit agar tidak lengket satu dengan yang lainnya.
3). Membuat kulit tahan air.
Cara mengerjakan peminyakan, kulit setelah dicat dasar, diputar selama ½ – 1jam dengan 150 %- 200% air 40- 60 0C, 4-15% emulsi minyak. Ditambahkan 0,2- 0,5 % asam formiat untuk memecahkan emulsi minyak. Minyak akan tertinggal dalam kulit dan airnya dibuang. Kulit ditumpuk pada kuda- kuda selama 1 malam.
g.      Pelumasan ( Oiling).
Pelumasan hanya dikerjakan untuk kulit sol samak nabati. Tujuan pelumasan ialah untuk menjaga agar bahan penyamak tidak keluar kepermukaan kulit sebelum kulit menjadi kering, yang berakibat kulit menjadi gelap warnanya dan mudah pecah nerfnya bila ditekuk..
Cara pelumasan, kulit sol sebagian airnya diperah kemudian kulit diulas dengan campuran:
1). 1 bagian minyak parafine.
2). 1 bagian minyak sulfonir.
3). 3 bagian air.
Kulit diulas tipis tetapi rata kedua permukaannya, kemudian dikeringkan.
h.      Pengeringan.
Kulit yang diperah airnya dengan mesin atau tangan kemudian dikeringkan. Proses ini bertujuan untuk menghentikan semua reaksi kimia didalam kulit. Kadar air pada kulit menjadi 3-14%.
i.        Kelembaban.
Kulit setelah dikeringkan dibiarkan 1-3 hari pada udara biasa agar kulit menyesuaikan dengan kelembaban udara sekitarnya. Kulit kemudian dilembabkan dengan ditanam dalam serbuk kayu yang mengandung air 50- 55 % selama 1 malam, Kulit akan mengambil air dan menjadi basah dengan merata. Kulit kemudian dikeluarkan dan dibersihkan serbuknya.
j.        Peregangan Dan Pementangan.
Kulit diregang dengan tangan atau mesin regang. Tujuan peregangan ini ialah untuk menarik kulit sampai mendekati batas kemulurannya, agar jika dibuat barang kerajinan tidak terlalu mulur, tidak merubah bentuk ukuran. Setelah diregang sampai lemas kulit kemudian dipentang dan setelah kering kulit dilepas dari pentangnya, digunting dibagian tepinya sampai lubang-lubang dan keriput- keriputnya hilang.
3. Tahapan Penyelesaian Akhir ( Finishing).
Penyelesaian akhir bertujuan untuk memperindah penampilan kulit jadinya, memperkuat warna dasar kulit, mengkilapkan, menghaluskan penampakan rajah kulit serta menutup cacat-cacat atau warna cat dasar yang tidak rata.(http://ehsablog.com/proses-produksi-industri-penyamakan-kulit.html)

Penyamakan Krom ( Chrome )

1.Penyamakan Krom

Proses penyamakan kulit bertujuan untuk mengubah kulit mentah yang mudah rusak oleh aktifitas mikroorganisme,khemis, atau phisis, menjadi kulit tersamak yang lebih tahan terhadap pengaruh-pengaruh tersebut . Metode penyamakan kulit menggunakan bahan penyamak nabati dan bahan penyamak mineral.
Bahan penyamak mineral yang yang berasal dari logam kromium disebut krom. Penyamak mineral paling umum menggunakan krom mutunya ditentukan oleh kadar krom (yang biasa dinyatakan sebagai krom oksidasi). Metode penyamakan krom sangat berbeda dengan metode penyamakan nabati. Demikian pula hasilnya.
Penyamakan krom menghasilkan kulit yang lebih lembut/lemes, dan lebih tahan terhadap panas yang tinggi, kekuatan tariknya lebih tinggi dan hasilnya akan lebih baik bila dilakukan pengecatan. Karena sifat-sifat tersebut kulit samak krom lebih cocok untuk dijadikan kulit atasan. Garam besi menghasilkan kulit yang kurang baik warnanya dan mudah patah, sedangkan garam aluminium menghasilkan kulit berwarna putih.
Penyamakan krom (chrome) merupakan penyamakan yang di mulai dengan pH rendah atau keadaan asam yaitu antara pH 2 sampai pH 3. Oleh sebab itu kulit perlu pengasaman agar mendapatkan kondisi yang di inginkan. Lama proses penyamakan krom biasanya memerlukan waktu antara 4 sampai 8 jam. Hal ini bukan merupakan patokan atau standart,tetapi juga tergantung dari tebal tipisnya kulit.
Selesai proses penyamakan,kemasakan kulit diuji gengan air  mendidih selama 2 menit. Jika terjadi pengkerutan tidak lebih dari 10%,berarti kondisi kulit sudah masak. Faktor yang penting dalam mempengaruhi sifat fisis kulit tersamak di antaranya adalah struktur kulit mentahnya. Kekuatan tarik merupakan salah satu faktor yang perlu di perhatikan dalam melakukan penilaian terhadap kulit jadinya.
Kekuatan tarik yang rendah menunjukkan kualitas serat kulit yang rendah. Dalam industri perkulitan,kulit krom menempati pasaran yang sangat baik terutama untuk kulit atasan sepatu,sarung tangan,pakaian dan lain-lain.
Kelebihan-kelebihan kulit samak krom yaitu:
  1. Kulit tersamak yang dihasilkan warnanya lebih terang
  2. Kekuatan tariknya lebih tinggi dibandingkan dengan samak lainnya.
  3. Kestabilan yang baik terhadap bahan-bahan kimia kecuali alkali.
  4. Mempunyai sifat fisik kemuluran dan kelunturan yang baik.
  5. Pada proses pengecatan dasar,menghasilkan warna yang cemerlang.
  6. Daya serap yang baik terhadap air dan udara.
  7. Proses penyamakannya dengan waktu yang relatif pendek.
  8. Mempunyai sifat kelunakan yang baik.
  9. Tahan terhadap air atau pencucian.

2. Bahan Penyamak Krom

Bahan penyamak krom dibuat dengan jalan mereaksikan beberapa bahan tertentu seperti kalium bikhromat, gula pasir, dan asam sulfat. Bahan penyamak krom ini dapat berbentuk tepung (powder),padat atau cairan.
Yang paling banyak dipasaran adalah bahan penyamak yang berbentuk tepung. Biasanya yang berbentuk cair biasa disebut Reduced Chrome.
Warna bahan penyamak krom adalah hijau tua, yang merupakan warna dari krom kompleks bervalensi 3+. Garam kompleks dibuat dari natrium bikromat (Na2Cr2O7) atau kalium bikromat (K2Cr2O7) yang direduksi dengan glucose atau gula pasir dalam suasana asam.
Pereaksi yang digunakan reduced chrome adalah sebagai berikut :
  • Natrium trio sulfat
  • Perhidrol (H2O2 3%)
  • Larutan NaOH 0,1 M
  • Larutan NaOH 1 M
  • Asam chlorida (HCl 4 M)
  • Esther
  • Kalium Iodida (KI 1M )
  • PP indicator
  • Amylum Indicato
  • Batu didih

3. Ikatan Bahan Penyamak Krom dengan Kulit

Dalam penyamakan krom terdapat 4 tahapan reaksi yang terjadi bersamaan. Reaksi ini terjadi  antara ligan-ligan koordinasi pada kromium komplek. Dengan pengaturan kondisi pH,suhu,dan konsentrasi kemungkinan dominasi dari masing-masing reaksi dapat dikontrol. Keempat reaksi-reaksi itu adalah:
  1. Reaksi antara gugus OH dan krom
  2. Reaksi antara kation dari komponen krom dan sulfat
  3. Reaktivitas dari bahan masking,misalnya formiat
  4. Reaktivitas dari protein kulit
Pada pH rendah konsentrasi OH⁺ dalam larutan juga rendah dan basisitas kromium juga rendah. Reaksi pertama dengan kenaikan pH akan mengarah ke kanan. Koordinasi dari ion-ion sulfat cenderung tidak dipengaruhi oleh pH dan ion sulfat akan masuk ke dalam kompleks pada pH rendah. Pembentukan ikatan koordinasi asam organik lemah atau bahan masking (masking agent) dengan kromium komplek,tergantung pada asam dan nilai pH yang tinggi akan menaikkan kereaktifan Protein kulit ,setelah terjadinya ionisasi tersebut nilai pH menjadi rendah dan kereaktifan terhadap kromium juga lebih kecil. Reaksi gugus karboksil pada protein sama dengan asam lemah tetapi cenderung lebih dipengaruhi oleh perubahan pH.
Kenaikkan pH akan menaikkan basisitas kromium komplek (lebih banyak OH yang masuk kedalam komplek). Dengan naiknya nilai pH maka reaktifitas protein juga meningkat dan tahap awal penyamakan tercapai. Pada akhir penaikan basisitas yang berarti basisitas tinggi dan ion sulfat sebagian sudah meninggalkan komplek. Penggabungan kromium komplek secara sempurna dengan protein kulit akan menghasilkan ikatan silang. Dengan naiknya basisitas,dua senyawa kromium saling bergabung antara satu dengan lainnya melalui gugus OH.

4. Mekanisme Penyamakan Krom

Garam khrom yang dapat digunakan untuk penyamakan adalah garam Cr yang bervalensi 3 dalam bentuk senyawa khrom sulfat basis. Selain sisa asam yang terdapat gugus OH yang terikat pada atom Cr. Perbandingan jumlah OH terikat dengan jumlah maksimum Cr dapat mengikat OH disebut Basisitas.
Selain dari basisitas mutu dari bahan penyamak khrom ditentukan oleh kadar khrom yang biasa dinyatakan sebagai Cr2O3.
Sifat dari larutan khrom adalah sebagai berikut :
v  Dalam larutan pekat molekulnya kecil, sehingga penetrasinya mudah
v  Dalam larutan encer molekulnya besar, sehingga penetrasinya sukar
v  Pada basisitas rendah daya ikat (fiksasi) rendah
v  Pada basisitas tinggi daya ikat (fiksasi) tinggi
v  Pada basisitas rendah mudah larut
v  Pada basisitas tinggi akan mengendap
Penyamakan dimulai dengan daya ikat kecil, prestasi besar kemudian setelah khrom masuk ke dalam kulit, daya ikat dinaikkan dengan cara menaikkan basisitas. Biasanya di mulai dari basisitas 20-33%, kemudian dinaikkan pada basisitas 50-55%.  Garam khrom ini mampu bereaksi dan membentuk ikatan dengan asam amino bebas dalam struktur protein kolagen yang relative.
Ikatan yang terbentu antara khrom dengan protein kulit disebut ikatan saling yang terbentuk selama proses penyamak akan menyebabkan berubahnya sifat kulit mentah menjadi lebih tahan terhadap pengaruh fisis maupun khemis seperti yang telah disebut dimuka. Seperti halnya bahan penyamak nabati, bahan penyamak krom juga mempunyai sifat-sifat tertentu yang berhubungan dengan besar kecil molekul krom, yang erat kaitannya dengan basisitas antara lain menurut Schorlemmer, Procter, dan Sistem Amerika.
a) Schorlemmer
Basisitas adalah banyak valensi Cr yang mengikat gugus OH, dibagi banyak valensi dari jumlah Cr dikalikan 100%
x 100%
Jadi rumus basistas adalah =
b) Procter
Basisitas adalah jumlah gram SO4 yang terikat pada satu atom Cr (52 gram).
c) Sistem Amerika
Sistem ini tidak menyebut basisitas tapi aciditas.
Aciditas= 100% – x % basisitas schorlemmer.
Besar basisitas garam krom dimulai dari 0%-100%. Garam krom yang mempunyai basisitas nol sama sekali tidak mempunyai kemampuan untuk berikatan dengan protein kulit, sedangkan garam krom yang mempunyai basisitas 100% akan mengen dap sehingga tidak mungkin digunakan untuk menyamak kulit.
Pada tabel dibawah ini diberikan contoh basisitas menurut definisi masing-masing,
Schorlemmer Procter Amerika Rumus Kimia
0% 144 100% Cr ( SO4)3
33 1/3% 96 66 2/3% Cr2 (OH)2(SO4)2
66 2/3% 48 33 1/3% Cr2(OH)4(SO4)
100% 0 0% Cr(OH)3
Pada umumnya basistas disebut menurut schorlemmer.
Dalam penyamakan kulit dengan garam krom, basistas harus diatur sedemikian rupa supaya pada awal penyamakan molekul-molekul bahan penyamak krom mudah masuk ke dalam jaringan kulit dan pada akhir penyamakan daya ikat molekul dinaikkan, sehingga molekul-molekul krom yang ada dalam jaringan kulit berikatan secara sempurna dengan protein-protein kolagen kulit.
Biasanya pada awal penyamakan menggunakan bahan penyamak krom dengan basisitas krom sebesar 33%. Pada basisitas tersebut garam krom mempunyai daya penetrasi yang baik terhadap jaringan kulit walaupun daya ikat terhadap kulit lemah. Pada akhir penyamakan, basisitas dinaikkan dari 33% menjadi 66%, supaya garam krom mampu berikatan dengan protein kulit secara sempurna.
Garam krom yang biasa digunakan untuk menyamak kulit berwarna hijau, berupa tepung yang basisitasnya 33% dengan kandungan krom tertentu. Sebagai contoh : chromosal B, chrometan B, baychrom A,chromosal SF,dan sacro R.
untuk menaikkan basisitas garam khrom, digunakan natrium karbonat (Na2CO3). untuk menaikkan basisitas 100 g Cr2O3 setinggi 1% diperlukan soda abu sebanyak 2,14 g. bila yang dimiliki garam khrom yang valensi Cr nya 6 untuk dapat digunakan sebagai bahan penyamak harus disusutkan terlebih dahulu, dengan direaksikan dengan bahan-bahan penyusut dalam suasana asam. bahan penyusut yang digunakan biasanya gula, molase, asam yang digunakan asam sulfat.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
8Na2Cr2O7+2AH2SO4+C12H22O11 ——-> 16Cr.OH.SO4+8Na2SO4+27H2O+12CO2
Salah satu resep pembuatan penyamak bahan penyamak khrom dari garam bikarbonat sebagai berikut :
100 bagian kalium bikarbonat dan 100 air dicampur dengan 100 bagian asam sulfat 96%. Kemudian di larutan gula dibuat 25 bagian gula dan 75 bagian air, di aduk.
Pekerjaan ini harus dilakukan dengan alat yang tidak mudah teroksidasi dan bereaksi dengan asam sulfat. Mengerjakan harus hati-hati sebab reaksinya sangat keras, reaksi di anggap selesai bila semua Cr6+ sudah Cr3+
Cara Uji : Sedikit larutan khrom ditambah air asam sulfat encer, perhidrol dan sedikit ether bila menjadi ungu, berarti masih ada Cr6+.
Untuk memeriksa basisitas dari cairan khrom :
1. Periksa jumlah Cr secara yodometri
2. Periksa asam yang terikat pada Cr secara netralisir
a = ml N tio untuk periksa Cr secara yodometri
b = ml N NaOH untuk periksa asam yang terikat pada Cr sebab a-b adalah OH yang terikat pada Cr yaitu :
6OH (=2Cr)-4 OH (= 2 SO2)= 2 OH
Bahan dasar yang digunakan adalah sebagai berikut :
- K2Cr2O7/Na2Cr2O7 90%
- Asam sulfat tehnis (98%)
- Aquadest
1.Metode Penyamakan Krom
Bahan penyamak krom yang ada dipasaran mempunyai (produk paten) mempunyai kadar Cr2O3 dan basisitas yang berbeda-beda, maka penggunaan bahan ini harus dipertimbangan lebih dahulu sebelum melakukan penyamak kulit.
Kemampuan bahan penyamak krom ditentukan oleh kadar Cr2O3nya. Misalnya, chromosal B (dari bayer) mempunyai basisitas 33% dan kadar kromnya (Cr2O3) hanya 25%. Untuk menyamak kulit reptil dipergunakan formula sebagai berikut :
R/   80% air bekas pengasaman,
2,5% Cr2O3 atau 10% cromosal B, dan
1% soda abu (Na2CO3)
1)Tahap Pertama
Masukkan chromosal B kedalam air pengasaman bersama kulit reptile yang akan disamak, lalu diaduk-aduk dan diremas-remas dengan kuat agar zat penyamak krom dapat masuk ke dalam jaringan kulit. Tahap pertama ini memakan waktu selama  kurang lebih 2 jam, dan selama itu kulit harus terus-menerus diaduk-aduk dan diremas-remas tanpa berhenti.
2)Tahap Kedua
Soda abu sebelum dimasukkan harus dilarutkkan dulu ke dalam air dengan perbandingan 1:3, lalu dibagi menjadi 3 bagian. Setelahg waktu 2 jam pertama, masukkan sepertiga bagian soda abu yang telah di encerkan, kemudian diaduk-aduk selama 15 menit. Selanjutnya sepertiga bagian kedua dimasukkan kedalam bak penyamak sambil diaduk-aduk 15 menit. Kemudian masukkan sepertiga bagian yang terakhir dan diaduk-aduk selama 4 jam tanpa berhenti.
Catatan :
1)      yang dibuat sendiri. Jumlah pemakaian Cr2O3 sama yaitu 2,5%. Reduced chrom biasanya mempunyai kadar Cr2O3 lebih kecil dari pada chromosal B. Reduced chrom yang mempunyai kadar Cr2O3 sebesar 20%. Padahal untuk penyamakan kulit dibutuhkan kurang lebih 2,5%. Cr2O3 yang dihitung dari berat kulit (missal gk gram), maka keperluan Cr2O3
Dan kebutuhan reduced chrom adalah :
Demikian pula, apabila menggunakan produk lain sperti chrometan yang kandungan Cr2O3nya 26%, oerhitungan berdasarkan berat kulitnya.
2)      Pada awal penyamakan krom yang basisitas awalnya 33 1/3%, zat penyamak akan mudah masuk kedalam kulit , karena basisitas tersebut ukuran partikmelnya relative kecil daripada zat penyamak yang mempunyai basisitas lebih tinggi. Pada basisitas ini partikel mempunyai daya ikat yang lebih rendah.
Tahap selanjutnya adalah penambahan Na2CO3 untuk menaikkan basisitas, supaya mencapai 55%-66%. Pada basisitas tersebut zat penyamak mempunyai daya ikat yang tinggi, tapi penetrasinya rendah. Besarnya kenaikkan basisitas tergantung pada jumlah Na2CO3 yang ditambahkan.
Jumlah Na2CO3 tidak terpenuhi dapat menyebabkan kulit tidak matang, sehingga kulit menjadi keras dan kaku serta sulit untuk proses selanjutnya.
Jumlah natrium karbonat yang dibutuhkan adalah 1,3%-1,4% dari berat kulit (bloten). Selain natrium formiat sebesar 0,5%-1,2%.
Untuk memahami dengan mudah sifat-sifat zat penyamak krom yang berhubungan dengan basisitas lihat dalam table dibawah ini.
Jenis Garam Krom Basisitas Schorlemmer Warna Kelarutan Kekuatan Ikatan(Astringency)
Krom sulfat 0% Hijau sangat baik kurang
Krom sulfat basis sedang 33% Hijau sangat baik sedang
Krom sulfat basis tinggi 45% Hijau sangat baik baik
Krom sulfat basis sangat tinggi 66% Hijau kurang Baik sekali, tapi sulit masuk dalam kulit
Krom hidroksida 100% Hijau pucat Tidak ada
  1. Uji kemasakan kulit
Kulit samak krom dikatakan masak atau matang bila kulit tersebut telah tersamak sempurna. Tanda-tanda kulit telah tersamak sempurna apabila kulit tersebut telah mengalami pengerutan bila dimasukkan ke air mendidih selama 3-5 menit. Uji kemasakan tersebut dinamakan “Boiling Test” ( Uji air mendidih).
Cara pengujian kemaskan kulit samak krom adalah sebagai berikut.
  1. Potonglah bagian kulit yang tebal, letakkan diatas papan kayu atau kertas yang rata, kemudian garislah dengan pensil membentuk bujur sangkar dengan ukuran 10×10 cm.
  2. Masukkan kulit tersebut kedalam air yang dipanaskan sampai mendidih selama 5 menit. Kemudian keluarkan dari dalam air dan dalam keadaan basah letakkan kembali diatas papan pengukuran tadi.
  3. Garislah kembali dengan pensil. Apabila kulit mengalami pengerutan ukurannya tentu akan berubah atau berbeda dengan ukuran semula.
  4. Kulit dianggap cukup matang apabila pengerutannya tidak lebih 10% dari luas kulit sebelum direbus.
Penyebab tidak masaknya kulit yang disamak krom antara lain : kurangnya waktu pengadukan, kurangnya jumlah natrium karbonat. Untuk kulit-kulit tipis seperti kulit ular, kadal, dan biawak waktu pengadukan sampai masak kurang lebih 9 jam. Sedangkan untuk kulit reptile yang tebal seperti ular yang panjangnya lebih dari 3 meter atau kulit buaya yang mempunyai rajah yang keras, waktu pengadukan lebuh dari 9 jam, bahkan sampai 14 jam.
Jika dalam waktu tersebut belum juga matang, kemungkinan jumlah natrium karbonatnya kurang. Oleh kar na itu harus tambah kurang lebih 0,5% lagi dan waktu pengadukan ditambah 2 jam. Uji kemasakn dilakukan kembali setelah selesai pengadukan.

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyamakan Krom

Faktor-faktor yang mempengaruhi penyamakan krom antara lain:
a.Basisitas
Bahan penyamak krom membuat keberadaan basisitas. Basisitas yang semakin tinggi akan memperbesar krom komplek dalam larutan. Penggabungan dua atau lebih atom krom lebih dulu secara bersama dengan group hidroksil mengakibatkan terjadinya olation. Basisitas berhubungan sekali dengan pH. Reaksi antara krom komplek dengan OH dalam larutan tidak akan segera terbentuk,sehingga perubahan pH tidak menghasilkan basisitas baru dengan segera.
Basisitas dalam krom kompleks di definisikan sebagai presentase jumlah molekul hidroksil (OH) yang terikat dalam total valensi krom. Jika atom krom mengikat satu gugus hidroksil berarti senyawa ini mempunyai basisitas 33%,sedangkan yang mengikat dua gugus hidroksil (OH) senyawa ini mempunyai basisitas 66%.
Di dalam penyamakan krom dimulai dengan larutan yang mempunyai daya samak rendah yang berarti basisitas rendah dan diakhiri dengan larutan yang mempunyai daya samak tinggi yang berarti basisitas tinggi yaitu maksimum pada basisitas 50%.
Basisitas merupakan hal yang penting karena ini berhubungan dengan larutan krom,sehingga dalam penambahan ke dalam larutan krom,sehingga dalam penambahan bahan-bahan seperti NaHCO₃, Na₂CO₃,dalam penambahan ke dalam larutan krom harus dengan perlahan-lahan dan dengan pengadukan. Jika konsentrasi alkali terlalu tinggi akan menyebabkan terjadi garam krom yang terlalu cepat,dan apabila terjadi hal tersebut sulit untuk dipisahkan kembali sehingga akan berakibat fatal.
b. pH
Nilai pH dari larutan penyamakan krom sangat penting dimana pH yang tinggi akan mempercepat reaksi pada protein. Jika pH terlalu cepat atau terlalu tinggi akan mempercepat pengendapan bahan penyamak krom dalam larutan.
c. Temperatur
Temperatur yang tinggi akan mempercepat pergeseran reaksi. Pada temperatur tinggi reaksi pengikatan bahan penyamak krom dengan protein kulit semakin cepat dan olasi dari bahan penyamak krom menjadi lebih besar. Perbedaan pengaruh kebengkakan, penyamakan yang tidak rata, dan rajah tergambar dapat disebabkan karena temperature yang tinggi pada awal tahap penyamakan. Hampir semua penyamakan krom dimulai pada temperatur yang rendah.
d. Waktu
Proses penyamakan krom dan terbentuknya komplek baru, basisitas baru, olasi dan komplek yang ter-masking bukan merupakan reaksi yang cepat. Kecepatan masing-masimg reaksi berubah dengan kondisi pH dan temperatur.
e. Konsentrasi
Pada konsentrasi tinggi lebih banyak ligan dalam larutan yang akan bergabung dengan snyawa krom. Basisitas dari krom komplek juga akan menjadi rendah. Konsentrasi dan keseimbangan larutan dalam proses penyamakan krom harus dijaga agar tetap.
6. Kulit Wet Blue
Kulit Wet Blue adalah kulit yang telah disamak dengan bahan penyamak krom,tetapi belum diproses lebih lanjut dan dijual dalam keadaan basah,atau kulit Wet Blue adalah kulit yang baru saja disamak krom,tidak dikeringkan dan lain-lain. Sangat penting untuk diingat bahwa semua kulit Wet Blue meningkat keasamannya waktu pemeraman sehingga sangat peka terhadap variasi pH, maka kulit Wet Blue perlu untuk dinetralkan agar nantinya mampu bereaksi dengan bahan kimia pada proses selanjutnya.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan atas kehadiran Allah SWT,karena berkat rahmat dan hidayahnya penyusun dapat menyelesaikan artikel ini sebagai tugas semester 1 tahun ajaran 2010/2011.
Artikel ini disajikan guna memberikan pedoman kepada Mahasiswa Program Studi Tekhnologi Bahan Kulit, Karet dan plastik. Dalam mempelajari pembuatan bahan penyamak.
Harapan dari penyusun agar pedoman ini mahasiswa bisa membuat bahan sendiri yang ada di Indonesia, jadi tidak ketergantungan dari luar negeri (impor), yang kualitasnya tidak kalah baik.
Masih banyaknya kekurangan dalam materi ini, saran dan kritik demi perbaikan dari semua pihak akan kami terima untuk kesempurnaan artikel ini.



Yogyakarta,September 2010
Penyusun



ARTIKEL
PENYAMAKAN KULIT MENGGUNAKAN
BAHAN PENYAMAK KROM

Di Susun :
Rahman Dayyan
TEKNOLOGI BAHAN KULIT, KARET & PLASTIK
AKADEMI TEKNOLOGI KULIT
YOGYAKARTA

Penyabab Cacat Pada Kulit Hewan Industri Kulit

Kulit binatang sangat besar manfaatnya dan tinggi nilai harganya dalam
pembuatan produk dari kulit untuk kebutuhan manusia. Karena besarnya manfaat
dan tingginya harga kuiit binatang ini, maka faktor-faktor yang mempengaruhi
peternakan hewan terhadap kualitas kulit binatang perlu diperhatikan, seperti
pengaruh iklim, perkembangbiakan, makanan ternak, perawatan, dsb. Uraian
berikut menjelaskan ada beberapa faktor yang berkaitan dengan kualitas kulit
binatang agar tidak mengalami kecacatan dan berkualitas baik.

1. Pengaruh usaha ternak terhadap kualitas kulit
Pada dasarnya usaha peternakan ditujukan untuk menghasilkan bahan
makanan berupa daging, susu, bagi kebutuhan manusia. Akan tetapi usaha,
usaha peternakan juga bisa menghasilkan kulit yang merupakan komoditas
unggulan dan sejajar dengan hasil yang berupa bahan makanan. Karena
harganya yang cukup tinggi, maka sekarang usaha peterna kan juga sangat
memperhatikan faktor-faktor yang bisa meningkatkan kualitas kulit.

2. Pengaruh Keadaan Kulit terhadap Kualitas Kulit
Kulit yang berkualitas baik adalah kulit yang dihasilkan dari hewan yang
sehat dan gizinya baik, sehingga menghasilkan kulit yang lemas dan dapat
dilipat. Sedangkan kulit yang kualitasnya kurang adalah kulit yang dihasilkan dari
hewan yang sakit atau kondisinya tidak sehat, sehingga kondisi kulit menjadi
kaku dan kering. Bila kita memotong hewan yang akan diambil dagingnya, maka
hewan tersebut harus dalam keadaan sehat, sehingga kulitnya pun berkualitas
baik.

3. Pengaruh Iklim terhadap Kualitas Kulit
Temperatur, tekanan udara, kelembaban dan sebagainya merupakan
faktor-faktor yang periu diperhatikan sebagai pengaruh iklim terhadap kualitas
kulit. Peternakan hewan yang bertujuan untuk menghasilkan kulit binatang
harus memperhatikan faktor-faktor tersebut agar kualitas kulit yang dihasilkan
tetap baik. Setiap daerah mempunyai iklimnya sendiri, sehingga temak yang
kulitnya akan diambil harus dipelihara sesuai dengan iklim yang cocok
untuknya.

4. Pengaruh Adaptasi terhadap Kualitas Kulit
Perpindahan tempat akan berpengaruh terhadap hewan yang kulitnya
akan diambil. Ada kalanya hewan tidak tahan terhadap bibit penyakit yang ada
pada suatu daerah tempat ia berpindah. Hewan yang terkena penyakit akan
menghasilkan kulit yang tidak berkualitas juga. Untuk itu, adaptasi hewan
terhadap tempat baru juga harus mendapatkan perhatian.

5. Pengaruh Makanan terhadap Kualitas Kulit
Makanan yang baik akan berpengaruh terhadap berat badan hewan dan
kesehatannya. Berat badan hewan berpengaruh terhadap kualitas kulit yang
dihasilkannya.

6. Pengaruh Perawatan terhadap Kualitas Kulit
Kerusakan kulit juga merupakan akibat dari perawatan yang tidak baik
terhadap hewan. Hal hal yang menyebabkan nilai kulit menurun misalnya
hewan dicambuk, dipukul, terkena duri atau kawat, terbentur, dan sebagainya.

Perlakuan semacam itu terhadap hewan akan berakibat peradangan atau luka
pada kulit hewan, sehingga pada proses penyamakan akan menimbulkan
tanda atau cacat yang mengurangi kualitas kulit.

Dalam penentuan kualitas kulit hewan, di samping faktor-faktor yang
disebutkan di atas, ada faktor-faktor lain yang juga menentukan, yaitu
pemotongan hewan, pengulitan dan proses penyamakan.

Contoh-contoh penurunan kualitas kulit yang menyebabkan kecacatan
kulit antara lain:

1. Pemeliharaan
Hewan tidak dirawat dengan baik
Kesehatan hewan tidak diperhatikan

2. Makanan
Hewan tidak mendapatkan makanan secara teratur
Makanan hewan tidak bergizi

3. Perlakuan
Hewan dicambuk sampai luka
Hewan luka karena penyakit
Hewan tidak diobati

4. Pengulitan
Cara pengulitan hewan tidak benar
Pisau sayat tidak tajam/tumpul

5. Penyamakan
Proses pengawetan yang tidak benar
Terjadinya kesalahan pada proses penyamakan

Proses Produksi Industri Penyamakan Kulit

Industri penyamatan kulit adalah industri yang mengolah kulit mentah (hides atau skins) menjadi kulit jadi atau kulit tersamak (leather) dengan menggunakan bahan penyamak. Pada proses penyamakan, semua bagian kulit mentah yang bukan colagen saja yang dapat mengadakan reaksi dengan zat penyamak. Kulit jadi sangat berbeda dengan kulit mentah dalam sifat organoleptis, fisis, maupun kimiawi.

Dalam Industri penyamatan kulit, ada tiga pokok tahapan penyamatan kulit,yaitu:
1. Proses Pengerjaan basah. (beam house).
2. Proses Penyamakan (tanning).
3. Penyelesaian akhir (Finishing).

Masing- masing tahapan ini terdiri dari beberapa macam proses, setiap proses memerlukan tambahan bahan kimia dan pada umumnya memerlukan banyak air, tergantung jenis kulit mentah yang dignakan serta jenis kulit jadi yang dikehendaki.
Secara prinsip, ditinjau dari bahan penyamak yang digunakan, maka ada beberapa macam penyamakan yaitu:

a. Penyamakan Nabati.
Penyamakan dengan bahan penyamakan nabati yang berasal dari tumbuhan yang mengandung bahan penyamak misalnya kulit akasia, sagawe , tengguli, mahoni, dan kayu quebracho, eiken, gambir, the, buah pinang, manggis, dll. Kulit jadi yang dihasilkan misalnya kulit tas koper, kulit sol, kulit pelana kuda, kulit ban mesin, kulit sabuk dll.

b. Penyamakan mineral.
Penyamak dengan bahan penyamak mineral , misalnya bahan penyamak krom. Kulit yang dihasilkan misalnya kulit boks, kulit jaket, kulit glase, kulit suede, dll. Disamping itu ada pula bahan penyamak aluminium yang biasanya untuk menghasilkan kulit berwarna putih ( misalnya kulit shuttle cock).

c. Penyamakan minyak.
Penyamak dengan bahan penyamak yang berasal dari minyak ikan hiu atau ikan lain, biasanya disebut minyak kasar. Kulit yang dihasilkan misalnya: kulit berbulu tersamak, kulit chamois ( kulit untuk lap kaca) dll.
Dalam prakteknya untuk mendapatkan sifat fisis tertentu yang lebih baik, misalnya tahan gosok, tahan terhadap keringat dan basah, tahan bengkuk, dll, biasanya dilakukan dengan cara kombinasi.
Ada kalanya suatu pabrik penyamkan kulit hanya melaksanakan proses basah saja, proses penyamakan saja, proses penyelesaian akhir atau melakukan 2 tahapan atau ketiga- tiganya sekaligus.

Cara Singkat Penyamakan Dengan Bahan Nabati

a). Cara Counter Current
Kulit direndam dalam bak penyamakan yang berisis larutan ekstrak nabati + 0,50. Be selama 2 hari, kemudian kepekatan cairan penyamakan dinaikkan secara bertahap sampai kulit menjadi masak yaitu 3- 4 0Be untuk kulit yang tipis seperti kulit lapis, kulit tas, kuli pakaian kuda, dll sedang untuk kulit- kulit yang tebal seperti kulit sol, ban mesin dll a pada kepekatan 6-8 0 be. Untuk kulit sol yang keras dan baik biasanya setelah kulit tersanak masak dengan larutan ekstrak, penyamakan masih dilanjutkan lagi dengan cara kulit ditanam dalam babakan dan diberi larutan ekstrak pekat selama 2-5 minggu.

b). Sistem samak cepat.
Didahului dengan penyamakan awal menggunakan 200% air, 3% ekstrak mimosa (Sintan) putar dalam drum selam 4 jam. Putar terus tambahkan zat peyamak hingga masak diamkan 1 malam dalam drum.

Proses Penyamakan Kulit dengan Bahan Penyamakan Minyak

a. Pembasahan
Kulit yang akan dimasak minyak biasanya telah disamak pendahuluan dengan formalin. Kulit dicuci untuk menghilangkan kelebihan formalin kemudian dierah unuk mengurangi airnya, diputar dengan 20-30 % minyak ikan, selama 2-3 jam, tumpuk 1 malam selanjutnya digantung dan diangin- anginkan selam 7-10 hari.
Tanda-tanda kulit yang masak kulit bila ditarikmudah mulur dan bkas tarikan kelihatan putih. Kulit yang telah masak dicuci dengan larutan Na2CO3 1%.

b. Pengematan (Shaving).
Kulit yang telah masak ditumpuk selama 1-2 hari kemudian diperah dengan mesin atau tangan untuk menghilangkan sebagian besar airnya, lalu diketam dengan mesin ketam pada bagian daging guna mengatur tebal kulit agar rata. Kulit ditimbang guna menentukan jumlah khemikalia yang akan diperlukan untuk proses- proses selanjutnya, selanutnya dicuci dengan air mengalir ½ jam.

c. Pemucatan ( Bleaching).
Hanya dikerjakan untuk kulit samak nabati dan biasanya digunakan asam- asam organik dengan tujuan:
1) Menghilangkan lek- flek bsi dari mesin ketam.
2) Menurunkan pH kulit yang berarti memudahkan warna klit.
Cara mengerjakan proses pemucatan, kulit diputar dengan 150-2005 air hangat (36- 40 0C ). 0,5-1,0 % asam oksalat selama ½- 1 jam.

d. Penetralan ( Neutralizing).
Hanya dikerjakan untuk kulit samak krom. Kulit samak krom dilingkungannya sangat asam ( pH 3-4) maka kulit perlu dinetralkan kembali agar tidak mengganggu dalam proses selanjutnya. Penetralan biasanya mempergunakan garam alkali misalnya NaHCO3, Neutrigan dll.
Cara melakukan penetralan, kulit diputar dengan 200% air hangat 40-600C. 1-2 % NaHCO3 atau Neutrigan. Putar selama ½- 1 jam.Penetralan dianggap cukup bila ½- ¼ penampang kulit bagian tengah berwarna kunung terhadap Bromo Cresol Green (BCG) indikator, sedangkan kulit bagian tepi berwarna biru. Kulit kemudian dicuci kembali.

e. Pengecatan Dasar ( Dyeing).
Tujuan pengecetan dasar ialah untuk memnberikan warna dasar pada kulit agar pemakaian cat tutup nantinya tidak terlalu tebal sehingga cat tidak mudah pecah.
Cat dasar yang dipakai untuk kulit ada 3 macam:
1). Cat direct, untuk kulit samak krom.
2). Cat asam, untuk kulit samak krom dan nabati.
3). Cat basa, untuk kulit samak nabati.

f. Peminyakan (Fat liguoring).
Tujuan proses peminyakan pada kulit antara lain sebagai berikut:
1). Untuk pelumas serat- serat kulit ag kulit menjadi tahan tarik dan tahan
getar.
2). Menjaga serat kulit agar tidak lengket satu dengan yang lainnya.
3). Membuat kulit tahan air.
Cara mengerjakan peminyakan, kulit setelah dicat dasar, diputar selama ½ – 1jam dengan 150 %- 200% air 40- 60 0C, 4-15% emulsi minyak. Ditambahkan 0,2- 0,5 % asam formiat untuk memecahkan emulsi minyak. Minyak akan tertinggal dalam kulit dan airnya dibuang. Kulit ditumpuk pada kuda- kuda selama 1 malam.

g. Pelumasan ( Oiling).
Pelumasan hanya dikerjakan untuk kulit sol samak nabati. Tujuan pelumasan ialah untuk menjaga agar bahan penyamak tidak keluar kepermukaan kulit sebelum kulit menjadi kering, yang berakibat kulit menjadi gelap warnanya dan mudah pecah nerfnya bila ditekuk..

Cara pelumasan, kulit sol sebagian airnya diperah kemudian kulit diulas dengan campuran:
1). 1 bagian minyak parafine.
2). 1 bagian minyak sulfonir.
3). 3 bagian air.
Kulit diulas tipis tetapi rata kedua permukaannya, kemudian dikeringkan.

h. Pengeringan
Kulit yang diperah airnya dengan mesin atau tangan kemudian dikeringkan. Proses ini bertujuan untuk menghentikan semua reaksi kimia didalam kulit. Kadar air pada kulit menjadi 3-14%.

i. Kelembapan
Kulit setelah dikeringkan dibiarkan 1-3 hari pada udara biasa agar kulit menyesuaikan dengan kelembaban udara sekitarnya. Kulit kemudian dilembabkan dengan ditanam dalam serbuk kayu yang mengandung air 50- 55 % selama 1 malam, Kulit akan mengambil air dan menjadi basah dengan merata. Kulit kemudian dikeluarkan dan dibersihkan serbuknya.

j. Peregangan dan Pementangan
Kulit diregang dengan tangan atau mesin regang. Tujuan peregangan ini ialah untuk menarik kulit sampai mendekati batas kemulurannya, agar jika dibuat barang kerajinan tidak terlalu mulur, tidak merubah bentuk ukuran. Setelah diregang sampai lemas kulit kemudian dipentang dan setelah kering kulit dilepas dari pentangnya, digunting dibagian tepinya sampai lubang-lubang dan keriput- keriputnya hilang.

k. Tahap Penyelesaian Akhir ( FINISHING).
Penyelesaian akhir bertujuan untuk memperindah penampilan kulit jadinya, memperkuat warna dasar kulit, mengkilapkan, menghaluskan penampakan rajah kulit serta menutup cacat-cacat atau warna cat dasar yang tidak rata.

Proses Penyamakan Kulit Menggunakan Bahan Penyamak Mineral

a). Menggunakan bahan penyamak krom
Zat penyamak krom yang biasa digunakan adalah bentuk kromium sulphat basa. Basisitas dari garam krom dalam larutan menunjukkan berapa banyak total velensi kroom diikat oleh hidriksil sangat penting dalam penyamakan kulit. Pada basisitas total antara 0-33,33%, molekul krom terdispersi dalam ukuran partikel yang kecil ( partikel optimun untuk penyamakan). Zat penyamak komersial yang paling banyak digunakan memunyai basisitas 33,33%. Jika zat penyamak krom ini ingin difiksasikan didalam substansi kulit, maka basisitas dari cairan krom harus dinaikkan sehingga mengakibatkan bertambah besarnya ukuran partikel zat penyamak krom. Dalam penyamakan diperlukan 2,5- 3,0% Cr2O3 hanya 25 %, maka dalam pemakainnya diperlukan 100/25 x 2,5 % Cromosol B= 10% Cromosol B. Obat ini dilautkan dengan 2-3 kali cair, dan direndam selama 1 malam. Kulit yang telah diasamkan diputar dalam drum dengan 80- 100%air, 3-4 % garam dapur (NaCl), selma 10-15 menit kemudian bahan penyamak krom dimasukkan sbb:

- 1/3 bagian dengan basisitas 33,3 % putar selama 1 jam.
- 1/3 bagian dengan basisitas 40-45 % putar selama 1 jam.
-1/3 bagian dengan basisitas 50 % putar selama 3 jam

b). Cara penyamakan dengan bahan penyamak aluminium (tawas putih).
Kulit yang telah diasamkan diputar dengan:

- 40- 50 % air.
- 10% tawas putih.
- 1- 2% garam, putar selama 2-3 jam lu ditumpuk selam 1 malam.
- Esok harinya kulit diputar lagi selama ½ – 1 jam, lalu gigantung dan dikeringkan pada udara yang lembabselama 2-3 hari. Kulit diregang dengan tangan atau mesin sampai cukup lemas.

Proses Pengolahan Limbah Industri Pengolahan Kulit

Limbah cair industri penyamakan kulit nampak paling menonjol dibandingkan limbah padat maupun gasnya karena volumenya yang cukup banyak yaitu 30-70 l / kg bahan baku yang diolah dari awal. Disamping volume yang banyak, zat- zat pencemaran yang terkandung dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan dampak yang paling cepat berpengaruh adalah berbau busuk dan kadang- kadang secara visual nampak berbuih banyak. Secara umum air limbah penyamakan kulit mengandung bagian- bagian dari kulit seperti bulu, sisa daging, potongan kulit dan bahan kimia sisa dari yang ditambahkan dalam proses penyamakan kulit.

Seperti yang terjadi pada pada kasus pencemaran Limbah Industri Kulit Sungkareng , Kabupaten Garut Jawa Barat., yang mencemari lingkungan sejak tahun 1920.Selain tantangan untuk meningkatkan kualitas, kuantitas, dan membuka pasar, ada satu hal lagi yang juga menjadi tantangan sejak tiga dekade terakhir yaitu, limbah. Persoalan limbah sering kali menjadi isu penting. Sejak digunakannya bahan kimia untuk penyamakan kulit, pada saat itu pula persoalan limbah muncul. Bahan chroom yang digunakan untuk menyamak kulit ternyata sangat berbahaya bagi kesehatan, terutama sekali pada kulit manusia. Dampak dari limbah Sukaregang sangat dirasakan oleh masyarakat di daerah hilir sungai Ciwalen, yang notabene bukan kalangan penggiat bisnis kulit. Protes pun mulai bermunculan karena banyaknya warga di daerah hilir yang mengalami gangguan kesehatan kulit.

Untuk mengantisipasi peningkatan jumlah limbah yang dibuang ke sungai, pada awal 1980-an, saat Garut dipimpin oleh Bupati Taufik Hidayat, ada rencana untuk merelokasi sentra industri kulit Sukaregang, namun tidak terealisasi. Oleh penerusnya, Bupati Toharudin Gani rencana tersebut kembali dicoba diwujudkan namun tak juga berhasil.

Karena berbagai hambatan itu, akhirnya yang dapat dilaksanakan adalah revitalisasi. Artinya, lokasi Sukaregang akan ditata sedemikian rupa, termasuk ditetapkannya zona-zona industri serta pembatasan jumlah industri dengan dilengkapi instalasi pengelolaan air limbah (IPAL). Untuk revitalisasi ini pemerintah pusat memberi bantuan untuk membangun dua buah instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) pada 1992 agar air dari Sukaregang dapat kembali bersih saat dialirkan ke sungai. IPAL tersebut baru dapat beroperasi pada 1994, namun persoalan limbah tidak selesai karena jumlah IPAL yang ada tidak sesuai dengan jumlah limbah yang dihasilkan industri kulit Sukaregang. Kesadaran masyarakat pengusaha akan persoalan limbah ini juga kurang mendukung. Hingga kini hanya beberapa yang mau membangun IPAL sendiri. Padahal, untuk menangani masalah limbah idealnya setiap perusahaan memiliki satu mesin recovery sendiri. (http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0104/13/0806.htm).

Secara garis besar proses pengolahan limbah cair penyamakan kulit adalah sbb:
Dalam proses produksi Industri penyamakan kulit ada beberapa tahapan proses pengolahan yaitu:
1. Pemisahan Padatan Kasar.
2. Segresi.
3. Ekualisasi.
4. Koagulasi.
5. Proses pengolahan limbah cair.

Agar supaya setiap tahapan pengolahan dapat berlangsung secara efektif maka sebaiknya aliran yang khas dan pekat dipisahkan untuk melewati tahap pengolahan terlebih dahulu, yaitu penghilangan sulfida, penghilangan krom kemudian dijadikan satu dalam bak ekualisasi, aliran limbah ( efluent) dengan kandungan maupun aliran keluar untuk tahahp primer.
Dari bak ekualisasi air limbah tersebut diatur pH kemudian ditambahkan larutan penggumpal dan pengendap yang selanjutnya endapan dapat dilakukan penanganan lumpur ( primer). Penanganan lumpur harus hati- hati agar tidak terlarut pada proses selanjutnya.

1. Pemisahan Padatan Kasar.
Sebelum diolah air limbah perlu disaring terlebih dahulu untuk menghilangkan padatan kasar yang dapat menutup pipa, pompa-pompa dan saluran- saluran. Pada proses ini lebih dari 30% padatan tersuspensi total dalam cairan air limbah dapat dihilangkan dengan saringan.

2. Segresi.
Pada tahap ini dilakukan pemisahan cairan-cairan limbah yang mempunyai sifat khas dan memerlukan perlakuan tertentu untuk menangani zat pencemar agar nanti setelah dicampur dengan cairan limbah yang lain tidak menimbulkan kontradiksi yang merugikan. Adapun cairan- cairan limbah dari proses penyamakan kulit yang perlu dipisahkan adalah:

Cairan limbah pengapuran (buang bulu).
Cairan limbah ini banyak mengandung Sulfida dari Na2S atau NaHS sisa dari proses buang bulu sebagai agensia perontok bulu/ rambut. Sebelum proses pengolahan segresi air limbah pada proses buang bulu berwarna putih kehijauan dan kotor, dengan konsntrasi pH 10-12,5 dengan total solid 16.000- 45.000 mg/l. Namun setelah proses pengolahan dapat menetralisir asam, serta kandungan slfida yang terkandung didalamnya dapat teratasi. Hal ini dapat dilakukan dengan dua cara:

1) Oksidasi Katalitik Sulfida, yaitu dengan aerasi dan pemberian mangan sebagai katalisator. Seharusnya hal ini dilakukan setiap hari untuk menghindari bau busuk (H2S) dari air limbah tampungan. Aerasi dapat dilakukan pada tang ki yang memanjang keatas (tinggi) dan udara dihembuskan dari bagian dasar melalaui difusir atau dapat juga memakai aerator.

2). Pengendapan Langsung.
Fero sulfat dan feri klorida dapat digunakan untuk menghilangkan sulfida dari larutan denganpengendapan. Pengolahan ini akan menurunkan pH karena hidroksidanya mengendap.

Cairan limbah Krom.
Pengendapan krom relatif mudah dilakukan, pengendapan limbah krom dapat mempengaruhi biaya produksi/ pengolahan limbahnya. Pada pengolahan ini menghasilkan cairan supernatan yang hampir bebas krom dan juga dapat menurunkan BOD.

3. Ekualisasi.
Proses pengolahan pada bak ekualisasi bertujuan untuk penghilangan sulfida dan krom agar dapat menghemat air yang dapat mengencerkan limbah kapran dan cairan limbah krom sebelum diolah lebih lanjut.

Pada tahapan ini juga meningkatkan efisiensi pengolahan dan untuk menghindari rancangan baik yang diantisipasi untuk aliran puncak ( peak Flow) maka dilakukan sistem pengaturan laju aliran dan pencampuran seluruh air limbah.

Praktek pencampuran ini meberi kesempatan terjadinya proses netralisasi dan pengendapan. Oleh karena itu sebaiknya air limbah dicampur dengan baik dan intensif, misalnya dengan mixer atau blower mengingat dalam bak ini padatan tersuspensinya dijaga jangan samapai mengendap dan kondisi air limbahnya harus aerobik, hal ini dapat dicapai dengan menghembuskan udara dari dasar bak melaluai beberapa difuser untuk memasok O2 yang intensif. Tenaga yang diperlukana untuk mengaduk kira- kira 30 watt/m2 air limbah. Jika dilakukan injeksi udara pada bak sedalam 2-4 m, aliran udara optimalnya 3-4 m3/jam per m2 permukaan bak. Dalam bak ekualisasi dapat dilakukan pergantian garam- garam aluminium maka penghilangan Nitrogen melalui proses nitrifikasi/ denitrifikasi perlu dilakukan.Pada tahapan ini untuk meningkatkan efisiensi pengolahan dan untuk menghindari rancangan baik yang diantisipasi untuk aliran puncak ( peak Flow) maka dilakukan sistem pengaturan laju aliran dan pencampuran seluruh air limbah.

4. Koagulasi.
Pada tahapan ini dilakukan perlakuan fisiko kimiawi untuk menghilangkan BOD dan padatan. Dengan perlakuan fisiko kimiawi yang relatif mudah dan sederhana dapat menghilangkan > 95 % padatan tersuspensi dan BOD sekitar 70%. Untuk menghilangkan BOD sepenuhnya dapat dilakukan dalam pengolahan proses biologis selanjutnya.

Perlakuan fisiko kimia terhadap air limbah penyamakan kulit terdiri dari perlakuan awal dengan pemberian penggumpal yang dilanjutkan dengan pemberian pengendap sampai dengan pemisahan lumpurannya untuk dibuang.

Efesiensi penggumpalan dapat diperoleh dengan penambahan larutan pengendap yang berupa larutan polyelektrolit anionik rantai panjang dengan konsentrasi 1-10 mg/l.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Skema pengolahan limbah cair dengan Proses Fisika Kimiawi.

5. Pengolahan Limbah Cair dengan Proses Biologis.
Dalam persyaratan baku mutu air limbah, maka perlu adanya pegolahan sekunder. Pilihan cara pengolahan sekunder untuk air limbah penyamakan kulit sbb:

Filter biologis.
Filter biologis dalam pengolahan limbah penyamakan kulit sering tidak dipertimbangkan.

Lumpur aktif (kolam oksidasi).
Pengolahan lumpur aktif pada prinsipnya adalah mempertemukan antara air limbah yang mengandung bahan pengencer organik dengan sejumlah besar bakteri aerob dan mokroorganisme lain yang terkandung dalam lumpur biologis (lumpur aktif). Pengolahan dengan lumpur aktif berbeban ringan sangat sesuai untuk air limbah penyamakan kulit. Cara ini dikenal deng oksidasi kolam PASVEER.

Lumpur aktif konvensional.
Jika dibandingkan dengan cara konvensional yang berbeban berat, maka waktu yang diperlukan adalah 2-4 hari dan beban organik yang ringan lebih mudah menahan variasi keadaan air limbah dan beban mendadak yang menjadi proses penyamakan kulit, dengan demikian lumpur yang dihasilkan berkurang. Kolam oksidasi PASVEER relatif lebih murah, dan pemeliharaannya mudah, juka dioprasikan sebagaimana mestinya dapat menghasilkan air limbah terolah dengan BOD , 20 mg/l.

Pengolah dengan lumpur aktif konvensional ( bebn berat) dapat dipilih dengan cara pegolahan sekundernya jika lahan yang ada sangat tebatas. Oksidasi berlangsung terus menerus dalam bk aerasi karena itu kebutuhan aerasinya juga agak intensif ( sampai kra- kira 1 Kw/ kg BOD). Waktu tingga l yang diperlukan hanya 6-12 jam sudah cukup.

Lagun (kolam) .
Ada pendekatan lain bagi daerah pedesaan atau yang memiliki lahan luas, yaitu kolam dapat dibuat dengan biaya rendah dan perawatan pengolahan juga sangat mudah. Ada beberapa pilihannya :

1) Kolam aerob
Dapat mengurangi sampai > 85 % BOD dalam waktu 10 hari, namun biasanya kolam tersebut mengeluarkan pencemaran udara dan memungkinkan terbentuknya kembali sulfida bersamaan dengan terlepasnya gas H2S. Hal ini sesuai bila hanya untukpemanfaatan ruang/ ahan dan biaya kolam-kolam tersebut rendah, sedangkan yang diperlukan hanya membuat kedalaman 3 meter.

2) Kolam Fakultatif.
Dengan 2 lapisan (zone) pengolahan yaitu lapisan aerob (yang ada di atas, berhubungan dengan udara) dal lapisan anaerob (zone di bawahnya). Biasanya berukuran lebih besar dari an aerob dan kurang efektif.Kolam ini lebih mengandalkan kekuatn fotosintetik dengan demikian tergantung pada perubahan musim dan tidak dapat diperiksa/ dipantau dengan baik.

3) Kolam Aerasi
Kolam ini sudah banyak dioperasikan di banyak perusahaan dan membutuhkan tenaga 10 – 30 w/m3 yang biasanya digunakan adalah aerator permukaan mekanik.

Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Biologis Pada Industri

Dalam persyaratan baku mutu air limbah, maka perlu adanya pegolahan sekunder. Pilihan cara pengolahan sekunder untuk air limbah penyamakan kulit sbb:

Filter biologis.
Filter biologis dalam pengolahan limbah penyamakan kulit sering tidak dipertimbangkan.

Lumpur aktif (kolam oksidasi).
Pengolahan lumpur aktif pada prinsipnya adalah mempertemukan antara air limbah yang mengandung bahan pengencer organik dengan sejumlah besar bakteri aerob dan mokroorganisme lain yang terkandung dalam lumpur biologis (lumpur aktif). Pengolahan dengan lumpur aktif berbeban ringan sangat sesuai untuk air limbah penyamakan kulit. Cara ini dikenal deng oksidasi kolam PASVEER.

Lumpur aktif konvensional.
Jika dibandingkan dengan cara konvensional yang berbeban berat, maka waktu yang diperlukan adalah 2-4 hari dan beban organik yang ringan lebih mudah menahan variasi keadaan air limbah dan beban mendadak yang menjadi proses penyamakan kulit, dengan demikian lumpur yang dihasilkan berkurang. Kolam oksidasi PASVEER relatif lebih murah, dan pemeliharaannya mudah, juka dioprasikan sebagaimana mestinya dapat menghasilkan air limbah terolah dengan BOD , 20 mg/l.

Pengolah dengan lumpur aktif konvensional ( bebn berat) dapat dipilih dengan cara pegolahan sekundernya jika lahan yang ada sangat tebatas. Oksidasi berlangsung terus menerus dalam bk aerasi karena itu kebutuhan aerasinya juga agak intensif ( sampai kra- kira 1 Kw/ kg BOD). Waktu tingga l yang diperlukan hanya 6-12 jam sudah cukup.

Lagun (kolam) .
Ada pendekatan lain bagi daerah pedesaan atau yang memiliki lahan luas, yaitu kolam dapat dibuat dengan biaya rendah dan perawatan pengolahan juga sangat mudah. Ada beberapa pilihannya :

1) Kolam aerob
Dapat mengurangi sampai > 85 % BOD dalam waktu 10 hari, namun biasanya kolam tersebut mengeluarkan pencemaran udara dan memungkinkan terbentuknya kembali sulfida bersamaan dengan terlepasnya gas H2S. Hal ini sesuai bila hanya untukpemanfaatan ruang/ ahan dan biaya kolam-kolam tersebut rendah, sedangkan yang diperlukan hanya membuat kedalaman 3 meter.

2) Kolam Fakultatif.
Dengan 2 lapisan (zone) pengolahan yaitu lapisan aerob (yang ada di atas, berhubungan dengan udara) dal lapisan anaerob (zone di bawahnya). Biasanya berukuran lebih besar dari an aerob dan kurang efektif.Kolam ini lebih mengandalkan kekuatn fotosintetik dengan demikian tergantung pada perubahan musim dan tidak dapat diperiksa/ dipantau dengan baik.

3) Kolam Aerasi
Kolam ini sudah banyak dioperasikan di banyak perusahaan dan membutuhkan tenaga 10 – 30 w/m3 yang biasanya digunakan adalah aerator permukaan mekanik.

Cara Pengendalian Limbah Industri Penyamakan Kulit

Penerapan Cleaner Production.
Produksi bersih adalah strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat pereventif dan terpadu yang perlu dilaksanakan secara terus menerus pada proses produksi sehingga mengurangi risiko negative terhadap manusia dan lingkungan.
Produksi bersih pada proses produksi berarti meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengguanaan bahan baku, energi, dan sumber daya lainnya, serta mengganti atau mengurangi jumlah dan toksitas seluruh emisi dan limbah sebelum keluar dari proses. Pencegahan, pengurangan, dan penghilangan limbah atau bahan pencemaran pada sumbernya merupakan elemen utama di produksi bersih. Kegiatan yang merupakan produksi bersih adalah:
a. Penghematan pemakaian air pencucian/ pembilasan.
b. Penghematan penggunaan zat kimia misalnya penyamakan dengan menggunakan garam krom dengan kadar larutan cuku dengan 8% tidak perlu dipakai 12%.
c. Modifikasi proses, seperti pada proses pengapuran menggunakan drum dengan jumlah bahan-bahan yang dipakai dapat dikurang ( air, kapur, sulfida) atau dengan pemisahan cairan pada proses buang bulu dan pengpuran.
d. Pemakaian tekhnologi dan peralatan yang tepat.

Pemisahan Krom.
Krom dapat dipisahkan dari cairan buangan dengan jalan penyaringan yang kemudian di daur ulang dengan cara sbb : Air buangan dari penyamakan kromdan air pencucian (sebanyak 2 x 100 % air) yang sudah bebas dari padatan diberi larutan magnesium hidroksida, dan diendapkan kira-kira 10 jam, yang kemudian cairan dipindahkan ke bak lain (dengan pipa penyedot, tetapi jangan sampai endapannya ikut tersedot). Cairan tersebut bila benar-benar bebas dari endapan akan mengandung krom kurang dari 2 ppm sehingga bias langsung dibuang atau dipakai untuk daur ulang.
Endapan yang terjadi kemudian ditambah asam sulphat yang sesuai, endapan tersebut akan larut dalam waktu sekitar 15 menit dan akan memberikan suatu larutan krom sebesar 50 gram krom oksida/liter. Pada daur ulang proses selanjutnya masih membutuhkan penambahan krom kira-kira sejumlah 30 %.

Dampak Limbah Industri Pengolahan Kulit Terhadap Kesehatan Manusia

Didalam Industri Penyamakan kulit menggunakan bahan- bahan pembantu yang tersusun dari senyawa- senyawa kimia. Ada yang berwujud bubuk, kristal, maupun cair, semi liguid yang berbahaya terhadap kesehatan manusia. Bahan- bahan kimia tersebut akan kontak dengan pekerja Industri Penyamakan Kulit dengan berbagai macam cara, yaitu melalui kontak dengan kulit atau dengan cara penghirupan dalam bentuk gas atau uap..
Bahan – bahan yang bersifat korosif dapat menyebabkan kerusakan pada bagian tubuh yang terkena tumpahan ke kulit, mata atau juga bisa terminum, tertelan, maupun terhirup ke paru- paru.
Dibawah ini akan dijelaskan akibat yang ditimbulkan apabila kontak dengan bahan- bahan yang bersifat korosif/ beracun.

1. Natrium Sulfida (Na2S), berfungsi pada buangan bulu pada industri penyamakan kulit. Berupa kristal putih atau kekuningan. Bereaksi dengan karbon. Bersifat tidak stabil, sehingga dalam proses penyimpanannya harus dijaga agar terhindar dari pemanasan karena dapat meledak.

2. Asam Sulfida (H2SO4), bersifat korosif dan bersifat racun terhadap jaringn kulit. Kontak dengan kulit menyebabkan terbakar, sehingga merusak jaringan. Penghisapan kabut/ uap asam sulfat dapat menyebabkan inflamasi pada tenggorokan bagian atas sehingga menyebabkan bronkitis, dan bila kontak dengan konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kolaps.

3. Asam Klorida (HCL), bahan ini merupakan bahan pengoksidasi yang sangat kuat.Berbahaya jika terkena panas. Pengaruhnya terhadap kesehatan manusia yang akan menghasilkan methemoglobin dalam darah serta akan merusak butir- butir darah merah pada akhirnya akan merusak buah ginjal juga otot- otot hati.

4. Asam Format ( HCCOH), bahan mudah terbakar dapat menyebabkan iritasi pada kulit, mata, membran mukosa.

5. Amonium Hidroksida (NH4OH), suatu bahan apbila dipanaskan akan mengeluarkan racun yang berbahaya bagi kesehata, uapnya bersifat racun.

6. Natrium Hidroksida (NaOH), berbentuk padat atau larutan bersifat korosif pada kulit manusia apabila kontak terlalu lama, dapat menyebabkan kerusakan jaringan tubuh manusia. Penghisapan pada hidung dapat menyebabkan iritasi pada membran mukosa.

7. Senyawa Benzidin (NH2 C6 H4 NH2), apabila kontak dengan kulit dapat menyebabkan iritasi, dapat menyebabkan kerusakan pada darah (hemolisis), apabila terhisap menyebabkan mual, muntah-muntah dan pada akhirnya diikuti dengan kerusakan hati.

8. Kalium Permanganat (KMNO4), sangat iritasif, debu KMNO4 sangat beracun, dapat terhisap melalui pori-pori, dapat menyebabkan kerusakan pada paru-paru, pernafasan pada bagian atas .

9. Formalin (HCHO)., iritasi pada kulit mata membran mukosa apabila tertelan dapat menyebabkan muntah, diare, kolaps. Bersifat karsinogenik terhadap paru-paru.

10. Arsen (AS), arsen bila tdapat terhisap melaluerhisap maka dapat menimbulkan menyebabkan muntah,
mual dapat terhisap melalui maka dapat menimbulkan menyebabkan muntah, mual, diare. Kerusakan arsen menyebabkan kelainan sistem syaraf , kerusakan hati, gangguan sistem pembuluh darah, pigmentasi kulit serta dapat menyebabkan kanker.

11. Naftol (C10HOH), apabila terhisap dapat menyebabkan mual, muntah, diare, bahkan anemia. Naftol dapat diserap oleh kulit.

12. Phenol (C6H3OH), penyerapan larutan phenol pada kulit terjadi dengan cepat. Kontak dengan larutan phenol selama 30 menit sampai beberapa jam dapat menyebabkan kematian, untuk kontak dengan kulit seluas 64 inchi. Gejala yang timbul apabila seseorang keracunan phenol yaitu pusing, otot lemah, pandangan kabur, telinga berdengung, napas terengah-engah.

13. Krom (Cr), yang bersifat asam sangat bersifat korosif pada kulit serta membran mukasid (selaput lendir). Kontak dengan Cr secara langsung dan terus menerus bagi kulit yang sensitif akan menyebabkan koreng (ulcer) selebar ujung pensil di sekitar kuku maupun punggung tangan.

Teknik Tatah Sungging dalam Pembuatan Wayang Kulit

Teknik Tatah Sungging Pembuatan Wayang Kulit

Tatah sungging merupakan sebuah teknik menatah kulit dengan suatu pola-pola yang rumit yang dilakukan secara terus-menerus sehingga menghasilkan sebuah tatahan yang rapid an indah di pandang yang kemudian dilanjutkan dengan teknik menyungging yang merupakan teknik mewarnai dari sutu pola-pola tersebut sehingga kelengkapan pola dan keindahan serta keunikanya semakin menarik dan mencolok perhatian para penikmatnya.

Cara yang digunakan dalam menatah sungging wayang kulit berbeda-beda berdasarkan pola-pola wayang dan jenis wayang.

Adapun teknik tatah sunggingnya sebenarnya sama hanya saja waktu dan proses pembuatan polanya yang cenderung berbeda. Seperti contoh jika kita akan membuat wayang Bagong dan wayang Prabu Baladewa hal ini tingkat kerumitan dan kesulitan lebih cenderung ke wayang Prabu Baladewa karena polanya begitu rumit dang memakan waktu yang relatif lebih lama di banding wayang Bagong.

Sejarah

Sudah hampir lebih 8 tahun usaha pembuatan wayang kulit ini dibuat jadi kira-kira sekitar tahun 2004 sebuah usaha ikm ini didirikan oleh mas Putro. Sesuai namanya usaha ini pun di beri nama dengan Putro Wayang.

Dengan usaha yang tekun dan penuh percaya diri kini akhirnya ms Putro bisa memasarkan hasil tatah sunggingnya hingga ke manca Negara.

Karena banyak sekali peminat wayang entah itu yang membeli dalang wayang maupun hanya untuk sekedar oleh-oleh dari Indonesia.

Dan usaha yang sedang dijalani oleh mas Putro adalah karena beliau memiliki rasa nasionalisme yang tinggi yaitu untuk melestarikan budaya. Ini merupaka apresiasi yang sangat besar yang patut kita berikan kepada mas Putro Karena selain beliau berwirausha juga merangkap sekaligus melestarikan budaya wayang kulit. Selain itu juga karena merupakan usaha turun-temurun dari famili mas Putro sendiri.

Harga

Setiap wayang yang dibuat dan setiap wayang yang laku terjual memiliki jenis dan pola wayang yang berbeda, sehingga harganya pun ikut berbeda. Untuk modal pembuatan satu wayang kuli yang berukuran besar misalnya itu sudah memakan waktu kurang lebih satu minggu untuk menatah dan satu minggu untuk menyungging dan kira-kira dari keseluruhan menatah hingga menyungging memakan waktu kurang lebih tiga minggu untuk satu wayang.

Sedangkan harga berdasarkan jenis wayang. Misalnya saja wayang Baladewa itu memiliki tingkat kerumitan yang tinggi saat menatahnya jadi nilai jualnya pun paling tinggi dibandingkan wayang-wayang yang lainya. Harganya berkisaran antara 2-3 juta dengan modal yang begitu besar sekitar 900 ribu rupiah.

Sedangkan wayang seperti Gatot Kaca itu hanya 1,5 jutaan dan memakan modal sekitar 400-500 ribu rupiah.

Sedangkan waktu teknik tatah sungging yang paling lama dan modal paling tinggi adalah pembuatan Gunungan wayang. Itu bisa memakan waktu sekitar satu bulan lebih dengan biaya lebih dari satu juta. Oleh karena itu harga jualnya menurut mas Putro sekitar 3,5-5 juta.

Pemasaran

Untuk teknik pemasaran produk Putro Wayang ini menurut narasumber yaitu melaui brosur-brosur, dari mulut kemulut pembeli dan melalui kartu nama. Dalam kurun waktu satu bulan bisa 2-3 wayang terjual dengan kisaran harga diatas 2 jutaan. Sehingga jika di kalkulasikan selama setahun bisa kurang lebih wayang terjual 24 wayang. Bisa dikalikan dengan harga minimal 2 juta maka penghasilan mas Putro dalam setahun kurang lebih sekitar 48 juta dan mendekati 50 juta dalm setiap tahunya.


Alat yang digunakan :

1.  Palu yang terbuat dari kayu pule.

2.  Tatah yang terbuat dari besi dari ruji motor sebanyak 36 buah dengan cadangan/ serepan.

3.  Panduk

4.  Pensil terbuat dari besi gunanya saat pembuatan pola.

5.  Batu asahan digunakan saat mengasah tatah

6.  Kapuk minyak digunakan untuk pelumas saat mengasah tatah.

Bahan yang  digunakan :

1.   Kulit sapi

Penjelasan : untuk bahan dari kulit sapi ini ternyata menghasilkan kualitas wayang yang kurang baik dan menarik karena wayang bisa menekuk-nekuk dan terlihat sangat jelek. Sehingga kebanyakan para pembeli banyak yang complain. Maka sekarang mas Putro tidak lagi menggunakan bahan dari kulit sapi.

2.  Kulit kerbau

Penjelasan : untuk bahan dari kulit kerbau inilah yang memiliki kualitas yang tinggi dan sangat bagus karena berdasarkan kualitas kulit maka kulit kerbau yang nomor satu. Oleh karena itu mas putro memakai dari bahan kulit kerbau.


Teknik

Teknik Tatah Sungging

Kendala yang sedang dihadapi

1)  Berkurangnya kulit kerbau atau sangat jarang sekarang kulit kerbau.

2)  Harga yang relative tinggi

Proses

Kulit kerbau diawetkan dengan cara dihilangkan bulunya serta sisa-sisa daging kemudian diberi garam setelah itu di pentang dalam kondisi miring jangan sampai terkena sinar matahari karena apabila terkena sinar matahari akan mengurangi kulaitas dan corak kulit. Dalam istilah orang jawa mengatakan kulit dipentang itu di isis.

Dan setelah proses pengawetan selesai dan sudah kering. Maka selanjutnya adalah kulit di belah menjadi beberapa bagian. Biasanya satu kulit kerbau bisa dibelas menjadi 7-8.

Sesudah itu di buatlah pola terlebih dahulu untuk penatah yang masih awam, sedangkan untuk yang sudah ahli atau masternya tatah biasanya tidak perlu dibuat pola lagi karena akan memakan waktu yang lama. Kebanyakan yang sudah ahli itu lebih hapal tentang polanya.

Setelah di tatah sudah selesai proses selanjutnya adalah penyunggingan atau pewarnaan pola tatah tadi. Sehingga dengan disungging maka bentuk wayang akan semakin menarik dan lebih indah. Kemudian tahap selanjutnya atau tahapan yang terakhir itu adalah memperindah dengan pernak-pernik atau warna yang lainya kemudian di beri kayu untuk di lekatkan pada tubuh, tangan wayang.


Kesimpulan

Setiap pembuatan wayang tidak luput dari ketelitian dan ketelatenan dari para penatah maupun penyungging itu sendiri. Sehingga untuk menghasilkan wayang yang memiliki kualitas tinggi dan di minati oleh para pelanggan atau pembeli wayang kulit.

Keseluruhan proses pembuatan wayang itu sendiri memakan waktu yang berbeda-beda pada setiap teknik tatah dan sungginya. Sehingga proses pengerjaannya tidak asal-asalan dalam menciptakan sebuah produk wayang kulit unggulan. Oleh karenanya nilai jual lebih tinggi berdasarkan tingkat kerumitan dan lamanya waktu serta corak wayang yang dominan.

Dengan adanya sebuah kunjungan seperti ini dihrapkan kita lebih paham akan teknik tatah sungging dan kedepanya kita akan lebih mendalami apa proses selnjutnya dari tatah sungging.


sumber : Makalah Pembuatan Wayang

Proses Penyamakan Kulit Dengan Metode Glace

1. Soaking yaitu merendam kulit dalam larutan teepol selama ± 2 jam sambil membersihkan /membuang sisa daging yang masih menempel pada kulit agar bahan penyamak dapat
meresap ke bagian korium.
Tujuan proses perendaman adalah mengembalikan kadar air dan melemaskan kulit sehingga kondisinya mendekati kulit segar, dan menyiapkan kulit untuk
dapat bereaksi dengan bahan kimia yang akan diberikan kemudian. Bilas dengan air
mengalir.

Alat yang digunakan : Ember , Baru / pisau untuk membersihkan sisa daging, Air.

2. Scouring yaitu Merendam kulit sambil diremas-remas di dalam teepol.

Alat yang digunakan : Tangan kita untuk meremas-remas/kayu bisa menggunakan mesin.

3. Furtight yang bertujuan untuk menguatkan kedudukan bulu pada kulit,
dengan merendam kulit dalam larutan yang mengandung formalin dan soda ash selama 1 jam sambil diremas-remas. Larutan perendam dibuang, kemudian kulit dibilas dengan air mengalir.

Alat/bahan : Larutan formalin, soda, Air bersih.

4. Picling/Pengasaman
Proses ini dimaksudkan untuk membuat kulit dalam keadaan
asam, sehingga pH kulit sesuai dengan pH zat penyamak yang digunakan (khrom).

Alat/bahan : Larutan asam

5. Tanning dilakukan agar kulit menjadi masak, sehingga
zat-zat kulit yang mudah rusak menjadi tahan terhadap mikroorganisme.

6. Kulit diperas/squeeze
kedalam larutan perendam ditambahkan Cromosol B, kulit
dikembalikan kedalam larutan perendam untuk direndam selama 2 jam sambil diremas-remas. Kematangan kulit diketahui dengan menetesi guntingan kulit yang berukuran 1x1
dengan indikator BCG, kulit harus berwarna kuning, selanjutnya merebus potongan kulit
tersebut. Bila kulit hasil rebusan sudah tidak mengkerut, berarti proses pengasaman sudah
selesai.

Alat/bahan : Indikator BCG, Cromosol B, Alat untuk merebus kulit.

7. Basyting dengan cara menambahkan soda ash kedalam larutan diatas, kulit diremas-remas
selama 1 jam, dikeluarkan dari rendaman.

Alat/bahan : Soda ash, wadah/ember.

8. Netralisasi Proses ini dimaksudkan untuk menjadikan kulit dalam keadaan netral, karena
kemungkinan masih adanya sisa asam yang terdapat pada serat serat kulit atau asam bebas.
lain yang belum hilang saat pencucian, sedangkan proses selanjutnya harus dikerjakan
dalam suasana netral.


9.     Retanning  ini dimaksudkan agar kulit jadi yang dihasilkan keadaannya lebih padat.

10. Peminyakan/oily dimaksudkan untuk melicinkan serat-serat kulit jadi yang dihasilkan
k   Keadaannya lemas.

Alat/bahan : minyak

11. Perentangan dilakukan pada bingkai ram kawat yang bertujuan untuk mengeringkan kulit.

Alat/bahan : kawat untuk di kaitkan kulit supaya kulit bisa di bentang

12. Peregangan dengan cara menggosok gosokkan permukaan kulit  bagian dalam pada permukaan kayu yang licin, sehingga kulit menjadi lemas.

Alat/bahan : Kayu mengkilap dan halus atau batu mengkilap yang halus.

Kulit Glace adalah: Kulit samak yang terbuat dari kulit Kambing/Domba disamak dengan zat penyamak Chrome dan kemudian dicat finish, permukaannya mengkilap, licin, rata dan menyerupai kaca.
Kulit Glace digunakan untuk membuat bagian atas sepatu wanita/produk barang-barang kulit seperti: Tas, Dompet, dan sebagainya.
Adapun beberapa ciri-ciri kulit Glace(Domba) adalah sebagai berikut:
- Nerf bagian leher, bagian  perut dan punggung halus, mengkilap dan rata.
- Apabila kulit dilipat dua kali, kemudian ditekan dengan keras, nerf tidak pecah.
- Kulit terasa berisi dan tidak terlalu mulur.
- Bagian daging harus digosok supaya halus seperti Beludru.
- Apabila kulit disobek tegak lurus pada garis punggung harus menunjukkan perlawanan yang kuat.
- Cat tidak luntur dan harus benar-benar meresap pada kulit minimal ½ bagian



sumber : Cara samak bulu kambing

Tahap Proses Penyamakan Kulit Kelinci

Kelinci merupakan salah satu jenis ternak yang pada umumnya diambil dagingnya sedangkan kulitnya belum dimanfaatkan secara maksimal. Biasanya limbah kulit kelinci dapat dipergunakan sebagai barang kerajinan kulit maupun sepatu baik sebagai aksesoris sepatu maupun sebagai barang kulit. Karena kulit kelinci mempunyai bulu yang sangat indah maka kulit kelinci biasanya disamak bersama bulunya. Sedangkan kulit kelinci yang bulunya tidak rata atau banyak yang rontok karena kesalahan pengawetan masih dapat dimanfaatkan sebagai kulit jaket atau atasan sepatu. Kulit kelinci sebelum digunakan untuk kerajinan maupun sepatu harus disamak terlebih dahulu, agar kulit menjadi stabil yaitu tahan terhadap perlakuan fisis maupun kimiawi.

Komoditas kulit digolongkan menjadi kulit mentah dan kulit samak (Purnomo, 1985). Menurut Judoamidjojo (1974), kulit mentah segar bersifat mudah busuk karena merupakan media yang baik untuk tumbuh dan berkembangbiaknya mikroorganisme. Kulit mentah tersusun dari unsur kimiawi seperti: protein, karbohidrat, lemak, dan mineral. Oleh sebab itu, perlu dilakukan proses pengawetan kulit sebelum kulit diolah lebih lanjut. Teknik mengolah kulit mentah menjadi kulit samak disebut penyamakan. Dengan demikian, kulit hewan yang mudah busuk dapat menjadi tahan terhadap serangan mikroorganisme (Judoamdjojo, 1981).

Prinsip mekanisme penyamakan kulit yaitu memasukkan bahan penyamak ke dalam anyaman atau jaringan serat kulit sehingga menjadi ikatan kimia antara bahan penyamak dan serat kulit (Purnomo, 1985). Menurut Muslich (1999), teknik penyamakan kulit dikelompokkan menjadi 3 tahapan, yaitu proses pra-penyamakan, penyamakan, dan pasca penyamakan.



Alat dan Mesin Pendukung Pengolahan

Penyamakan kulit-bulu kelinci dalam jumlah terbatas dapat dilakukan secara manual. Namun, diperlukan pengadukan terus menerus yang sangat melelahkan, sehingga kurang efisien dan efektif. Untuk memperoleh hasil yang baik, diperlukan alat-mesin yang sesuai. Untuk pengawetan kulit dibutuhkan alat perentang (stretcher). Menurut Pawirohasono (2008), penyamakan kulit kelinci butuh

Bak perendaman
Mesin samak berbentuk drum dengan putaran bolak-balik 90-120o atau drum/dengan pedal (pengayuh) berkecepatan rendah (<16 rpm),
Mesin peniris cairan seperti spinner
Rak peniris
Alat atau mesin stacking
Glacing (pelemas kulit)
Mesin buffing (pengampelas kulit).
Teknik penyamakan kulit dikelompokkan menjadi 3 tahapan antara lain yaitu :

1.      Pra-penyamakan,

Proses pra-penyamakan (beam open house operation) meliputi

Perendaman
Perendaman (soaking) merupakan tahapan pertama dari proses penyamakan yang bertujuan mengembalikan kadar air kulit yang hilang selama proses pengawetan sehingga kadar airnya mendekati kadar air kulit segar.

Pengapuran
Tujuan pengapuran adalah menghilangkan epidermis dan bulu, kelenjar keringat dan lemak, dan menghilangkan semua zat-zat yang bukan kolagen yang aktif menghadapi zat-zat penyamak.

Pembuangan daging dan bulu
Proses buang daging (fleshing) bertujuan menghilangkan sisa-sisa daging (subcutis) dan lemak yang masih melekat pada kulit. Proses buang bulu (scudding) bertujuan menghilangkan sisa-sisa bulu beserta akarnya yang masih tertinggal pada kulit  (Muslich, 1999).

Pembuangan kapur dan Bating
Pembuangan kapur (deliming) bertujuan untuk menurunkan pH yang disebabkan sisa kapur yang masuk masih terdapat pada kulit (Purnomo, 1985). Dilanjut dengan proses pencucian  Pelumatan (bating) bertujuan untuk membuka atau melemaskan kulit lebih sempurna secara enzimatik. Bahan yang digunakan adalah oropon atau enzilen, yaitu bahan yang dibuat dari pankreas dan garam-garam ammonium sebagai aktivator (Setiyono, 1995).

Pengawetan dengan Asam (Picle)
Picle yaitu untuk memberikan suasana asam pada kulit  sehingga lebih sesuai dengan senyawa penyamak dan kulit lebih tahan terhadap serangga bakteri pembusuk

2.      Penyamakan

Penyamakan krom menghasilkan kulit yang lebih lembut/lemes, dan lebih tahan terhadap panas. Lewat proses penyamakan, dilakukan proses pemeraman yaitu menumpuk atau menggantung kulit selama 1 (satu) malam dengan tujuan untuk menyempurnakan reaksi antara molekul bahan penyamak dengan kulit

3.      Pasca penyamakan.

Menurut Muslich (1999), pasca penyamakan bertujuan membentuk sifat-sifat tertentu pada kulit terutama berhubungan dengan kelemasan, kepadatan, dan warna kulit. Menurut Purnomo (1985), proses pasca penyamakan terdiri atas

Netralisasi
Penetralan bertujuan mengurangi kadar asam dari kulit yang disamak menggunakan krom agar tidak menghambat proses pengecatan dasar dan peminyakan.

Pewarnaaan
Pewarnaan dasar memiliki fungsi sebagai pemberian warna dasar pada kulit tersamak seperti yang diinginkan.

Peminyakan
Peminyakan bertujuan melicinkan serat kulit sehingga lebih tahan terhadap gaya tarikan, menjaga serat kulit agar tidak lengket dan menjadi lebih lunak, lemas, memperkecil daya serap, serta membuat kulit lebih fleksibel.

Pengecatan
Pengecatan bertujuan untuk memenuhi selera konsumen. Pengecatan zat warna hanya melekat di permukaan dalam media bahan perekat yang fungsinya melekatkan warna dan memperbaiki permukaan kulit.

Pengeringan
Pengeringan bertujuan untuk menghentikan semua reaksi kimia di dalam kulit.

Pelembaban
Pelembaban biasanya dilakukan selama 1-3 hari pada udara biasa agar kulit  menyesuaikan kelembaban udara sekitarnya.

Pelemasan
Pelemasan dilakukan dengan tujuan untuk melemaskan kulit dan mengembalikan luas kulit yang hilang karena mengkerut selama proses pengeringan.

Tahap dan Kontrol Proses Penyamakan Kulit Krom

- PENYAMAKAN KROM
Proses penyamakan kulit bertujuan untuk mengubah kulit mentah yang mudah rusak oleh aktifitas mikroorganisme,khemis, atau phisis, menjadi kulit tersamak yang lebih tahan terhadap pengaruh-pengaruh tersebut . Metode penyamakan kulit menggunakan bahan penyamak nabati dan bahan penyamak mineral.

Bahan penyamak mineral yang yang berasal dari logam kromium disebut krom. Penyamak mineral paling umum menggunakan krom mutunya ditentukan oleh kadar krom (yang biasa dinyatakan sebagai krom oksidasi). Metode penyamakan krom sangat berbeda dengan metode penyamakan nabati. Demikian pula hasilnya.

Penyamakan krom menghasilkan kulit yang lebih lembut/lemes, dan lebih tahan terhadap panas yang tinggi, kekuatan tariknya lebih tinggi dan hasilnya akan lebih baik bila dilakukan pengecatan. Karena sifat-sifat tersebut kulit samak krom lebih cocok untuk dijadikan kulit atasan. Garam besi menghasilkan kulit yang kurang baik warnanya dan mudah patah, sedangkan garam aluminium menghasilkan kulit berwarna putih.

Penyamakan krom (chrome) merupakan penyamakan yang di mulai dengan pH rendah atau keadaan asam yaitu antara pH 2 sampai pH 3. Oleh sebab itu kulit perlu pengasaman agar mendapatkan kondisi yang di inginkan. Lama proses penyamakan krom biasanya memerlukan waktu antara 4 sampai 8 jam. Hal ini bukan merupakan patokan atau standart,tetapi juga tergantung dari tebal tipisnya kulit.

Selesai proses penyamakan,kemasakan kulit diuji gengan air  mendidih selama 2 menit. Jika terjadi pengkerutan tidak lebih dari 10%,berarti kondisi kulit sudah masak. Faktor yang penting dalam mempengaruhi sifat fisis kulit tersamak di antaranya adalah struktur kulit mentahnya. Kekuatan tarik merupakan salah satu faktor yang perlu di perhatikan dalam melakukan penilaian terhadap kulit jadinya.

Kekuatan tarik yang rendah menunjukkan kualitas serat kulit yang rendah. Dalam industri perkulitan,kulit krom menempati pasaran yang sangat baik terutama untuk kulit atasan sepatu,sarung tangan,pakaian dan lain-lain.

Kelebihan-kelebihan kulit samak krom yaitu:

Kulit tersamak yang dihasilkan warnanya lebih terang
Kekuatan tariknya lebih tinggi dibandingkan dengan samak lainnya.
Kestabilan yang baik terhadap bahan-bahan kimia kecuali alkali.
Mempunyai sifat fisik kemuluran dan kelunturan yang baik.
Pada proses pengecatan dasar,menghasilkan warna yang cemerlang.
Daya serap yang baik terhadap air dan udara.
Proses penyamakannya dengan waktu yang relatif pendek.
Mempunyai sifat kelunakan yang baik.
Tahan terhadap air atau pencucian.

- BAHAN PENYAMAK KROM
Bahan penyamak krom dibuat dengan jalan mereaksikan beberapa bahan tertentu seperti kalium bikhromat, gula pasir, dan asam sulfat. Bahan penyamak krom ini dapat berbentuk tepung (powder),padat atau cairan.

Yang paling banyak dipasaran adalah bahan penyamak yang berbentuk tepung. Biasanya yang berbentuk cair biasa disebut Reduced Chrome.

Warna bahan penyamak krom adalah hijau tua, yang merupakan warna dari krom kompleks bervalensi 3+. Garam kompleks dibuat dari natrium bikromat (Na2Cr2O7) atau kalium bikromat (K2Cr2O7) yang direduksi dengan glucose atau gula pasir dalam suasana asam.

Pereaksi yang digunakan reduced chrome adalah sebagai berikut :

Natrium trio sulfat
Perhidrol (H2O2 3%)
Larutan NaOH 0,1 M
Larutan NaOH 1 M
Asam chlorida (HCl 4 M)
Esther
Kalium Iodida (KI 1M )
PP indicator
Amylum Indicato
Batu didih

- IKATAN BAHAN PENYAMAK KROM DENGAN KULIT
Dalam penyamakan krom terdapat 4 tahapan reaksi yang terjadi bersamaan. Reaksi ini terjadi  antara ligan-ligan koordinasi pada kromium komplek. Dengan pengaturan kondisi pH,suhu,dan konsentrasi kemungkinan dominasi dari masing-masing reaksi dapat dikontrol. Keempat reaksi-reaksi itu adalah:

Reaksi antara gugus OH dan krom
Reaksi antara kation dari komponen krom dan sulfat
Reaktivitas dari bahan masking,misalnya formiat
Reaktivitas dari protein kulit
Pada pH rendah konsentrasi OH⁺ dalam larutan juga rendah dan basisitas kromium juga rendah. Reaksi pertama dengan kenaikan pH akan mengarah ke kanan. Koordinasi dari ion-ion sulfat cenderung tidak dipengaruhi oleh pH dan ion sulfat akan masuk ke dalam kompleks pada pH rendah. Pembentukan ikatan koordinasi asam organik lemah atau bahan masking (masking agent) dengan kromium komplek,tergantung pada asam dan nilai pH yang tinggi akan menaikkan kereaktifan Protein kulit ,setelah terjadinya ionisasi tersebut nilai pH menjadi rendah dan kereaktifan terhadap kromium juga lebih kecil. Reaksi gugus karboksil pada protein sama dengan asam lemah tetapi cenderung lebih dipengaruhi oleh perubahan pH.

Kenaikkan pH akan menaikkan basisitas kromium komplek (lebih banyak OH yang masuk kedalam komplek). Dengan naiknya nilai pH maka reaktifitas protein juga meningkat dan tahap awal penyamakan tercapai. Pada akhir penaikan basisitas yang berarti basisitas tinggi dan ion sulfat sebagian sudah meninggalkan komplek. Penggabungan kromium komplek secara sempurna dengan protein kulit akan menghasilkan ikatan silang. Dengan naiknya basisitas,dua senyawa kromium saling bergabung antara satu dengan lainnya melalui gugus OH.

- MEKANISME PENYAMAKAN KROM
Garam khrom yang dapat digunakan untuk penyamakan adalah garam Cr yang bervalensi 3 dalam bentuk senyawa khrom sulfat basis. Selain sisa asam yang terdapat gugus OH yang terikat pada atom Cr. Perbandingan jumlah OH terikat dengan jumlah maksimum Cr dapat mengikat OH disebut Basisitas.

Selain dari basisitas mutu dari bahan penyamak khrom ditentukan oleh kadar khrom yang biasa dinyatakan sebagai Cr2O3.

Sifat dari larutan khrom adalah sebagai berikut :

+  Dalam larutan pekat molekulnya kecil, sehingga penetrasinya mudah

+  Dalam larutan encer molekulnya besar, sehingga penetrasinya sukar

+  Pada basisitas rendah daya ikat (fiksasi) rendah

+  Pada basisitas tinggi daya ikat (fiksasi) tinggi

+  Pada basisitas rendah mudah larut

+  Pada basisitas tinggi akan mengendap

Penyamakan dimulai dengan daya ikat kecil, prestasi besar kemudian setelah khrom masuk ke dalam kulit, daya ikat dinaikkan dengan cara menaikkan basisitas. Biasanya di mulai dari basisitas 20-33%, kemudian dinaikkan pada basisitas 50-55%.  Garam khrom ini mampu bereaksi dan membentuk ikatan dengan asam amino bebas dalam struktur protein kolagen yang relative.

Ikatan yang terbentu antara khrom dengan protein kulit disebut ikatan saling yang terbentuk selama proses penyamak akan menyebabkan berubahnya sifat kulit mentah menjadi lebih tahan terhadap pengaruh fisis maupun khemis seperti yang telah disebut dimuka. Seperti halnya bahan penyamak nabati, bahan penyamak krom juga mempunyai sifat-sifat tertentu yang berhubungan dengan besar kecil molekul krom, yang erat kaitannya dengan basisitas antara lain menurut Schorlemmer, Procter, dan Sistem Amerika.

a) Schorlemmer

Basisitas adalah banyak valensi Cr yang mengikat gugus OH, dibagi banyak valensi dari jumlah Cr dikalikan 100%

b) Procter

Basisitas adalah jumlah gram SO4 yang terikat pada satu atom Cr (52 gram).

c) Sistem Amerika

Sistem ini tidak menyebut basisitas tapi aciditas.

Aciditas= 100% – x % basisitas schorlemmer.

Besar basisitas garam krom dimulai dari 0%-100%. Garam krom yang mempunyai basisitas nol sama sekali tidak mempunyai kemampuan untuk berikatan dengan protein kulit, sedangkan garam krom yang mempunyai basisitas 100% akan mengen dap sehingga tidak mungkin digunakan untuk menyamak kulit.

Dalam penyamakan kulit dengan garam krom, basistas harus diatur sedemikian rupa supaya pada awal penyamakan molekul-molekul bahan penyamak krom mudah masuk ke dalam jaringan kulit dan pada akhir penyamakan daya ikat molekul dinaikkan, sehingga molekul-molekul krom yang ada dalam jaringan kulit berikatan secara sempurna dengan protein-protein kolagen kulit.

Biasanya pada awal penyamakan menggunakan bahan penyamak krom dengan basisitas krom sebesar 33%. Pada basisitas tersebut garam krom mempunyai daya penetrasi yang baik terhadap jaringan kulit walaupun daya ikat terhadap kulit lemah. Pada akhir penyamakan, basisitas dinaikkan dari 33% menjadi 66%, supaya garam krom mampu berikatan dengan protein kulit secara sempurna.

Garam krom yang biasa digunakan untuk menyamak kulit berwarna hijau, berupa tepung yang basisitasnya 33% dengan kandungan krom tertentu. Sebagai contoh : chromosal B, chrometan B, baychrom A,chromosal SF,dan sacro R.

untuk menaikkan basisitas garam khrom, digunakan natrium karbonat (Na2CO3). untuk menaikkan basisitas 100 g Cr2O3 setinggi 1% diperlukan soda abu sebanyak 2,14 g. bila yang dimiliki garam khrom yang valensi Cr nya 6 untuk dapat digunakan sebagai bahan penyamak harus disusutkan terlebih dahulu, dengan direaksikan dengan bahan-bahan penyusut dalam suasana asam. bahan penyusut yang digunakan biasanya gula, molase, asam yang digunakan asam sulfat.

Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

8Na2Cr2O7+2AH2SO4+C12H22O11 ——-> 16Cr.OH.SO4+8Na2SO4+27H2O+12CO2

Salah satu resep pembuatan penyamak bahan penyamak khrom dari garam bikarbonat sebagai berikut :

100 bagian kalium bikarbonat dan 100 air dicampur dengan 100 bagian asam sulfat 96%. Kemudian di larutan gula dibuat 25 bagian gula dan 75 bagian air, di aduk.

Pekerjaan ini harus dilakukan dengan alat yang tidak mudah teroksidasi dan bereaksi dengan asam sulfat. Mengerjakan harus hati-hati sebab reaksinya sangat keras, reaksi di anggap selesai bila semua Cr6+ sudah Cr3+

Cara Uji : Sedikit larutan khrom ditambah air asam sulfat encer, perhidrol dan sedikit ether bila menjadi ungu, berarti masih ada Cr6+.

Untuk memeriksa basisitas dari cairan khrom :

1. Periksa jumlah Cr secara yodometri

2. Periksa asam yang terikat pada Cr secara netralisir

a = ml N tio untuk periksa Cr secara yodometri

b = ml N NaOH untuk periksa asam yang terikat pada Cr sebab a-b adalah OH yang terikat pada Cr yaitu :

6OH (=2Cr)-4 OH (= 2 SO2)= 2 OH

Bahan dasar yang digunakan adalah sebagai berikut :

- K2Cr2O7/Na2Cr2O7 90%

- Asam sulfat tehnis (98%)

- Aquadest


- Metode Penyamakan Krom

Bahan penyamak krom yang ada dipasaran mempunyai (produk paten) mempunyai kadar Cr2O3 dan basisitas yang berbeda-beda, maka penggunaan bahan ini harus dipertimbangan lebih dahulu sebelum melakukan penyamak kulit.

Kemampuan bahan penyamak krom ditentukan oleh kadar Cr2O3nya. Misalnya, chromosal B (dari bayer) mempunyai basisitas 33% dan kadar kromnya (Cr2O3) hanya 25%. Untuk menyamak kulit reptil dipergunakan formula sebagai berikut :

R/   80% air bekas pengasaman,

2,5% Cr2O3 atau 10% cromosal B, dan

1% soda abu (Na2CO3)

1)Tahap Pertama

Masukkan chromosal B kedalam air pengasaman bersama kulit reptile yang akan disamak, lalu diaduk-aduk dan diremas-remas dengan kuat agar zat penyamak krom dapat masuk ke dalam jaringan kulit. Tahap pertama ini memakan waktu selama  kurang lebih 2 jam, dan selama itu kulit harus terus-menerus diaduk-aduk dan diremas-remas tanpa berhenti.

2)Tahap Kedua

Soda abu sebelum dimasukkan harus dilarutkkan dulu ke dalam air dengan perbandingan 1:3, lalu dibagi menjadi 3 bagian. Setelahg waktu 2 jam pertama, masukkan sepertiga bagian soda abu yang telah di encerkan, kemudian diaduk-aduk selama 15 menit. Selanjutnya sepertiga bagian kedua dimasukkan kedalam bak penyamak sambil diaduk-aduk 15 menit. Kemudian masukkan sepertiga bagian yang terakhir dan diaduk-aduk selama 4 jam tanpa berhenti.

Catatan :

1)      yang dibuat sendiri. Jumlah pemakaian Cr2O3 sama yaitu 2,5%. Reduced chrom biasanya mempunyai kadar Cr2O3 lebih kecil dari pada chromosal B. Reduced chrom yang mempunyai kadar Cr2O3 sebesar 20%. Padahal untuk penyamakan kulit dibutuhkan kurang lebih 2,5%. Cr2O3 yang dihitung dari berat kulit (missal gk gram), maka keperluan Cr2O3

Dan kebutuhan reduced chrom adalah :

Demikian pula, apabila menggunakan produk lain sperti chrometan yang kandungan Cr2O3nya 26%, oerhitungan berdasarkan berat kulitnya.

2)      Pada awal penyamakan krom yang basisitas awalnya 33 1/3%, zat penyamak akan mudah masuk kedalam kulit , karena basisitas tersebut ukuran partikmelnya relative kecil daripada zat penyamak yang mempunyai basisitas lebih tinggi. Pada basisitas ini partikel mempunyai daya ikat yang lebih rendah.

Tahap selanjutnya adalah penambahan Na2CO3 untuk menaikkan basisitas, supaya mencapai 55%-66%. Pada basisitas tersebut zat penyamak mempunyai daya ikat yang tinggi, tapi penetrasinya rendah. Besarnya kenaikkan basisitas tergantung pada jumlah Na2CO3 yang ditambahkan.

Jumlah Na2CO3 tidak terpenuhi dapat menyebabkan kulit tidak matang, sehingga kulit menjadi keras dan kaku serta sulit untuk proses selanjutnya.

Jumlah natrium karbonat yang dibutuhkan adalah 1,3%-1,4% dari berat kulit (bloten). Selain natrium formiat sebesar 0,5%-1,2%.

Uji kemasakan kulit
Kulit samak krom dikatakan masak atau matang bila kulit tersebut telah tersamak sempurna. Tanda-tanda kulit telah tersamak sempurna apabila kulit tersebut telah mengalami pengerutan bila dimasukkan ke air mendidih selama 3-5 menit. Uji kemasakan tersebut dinamakan “Boiling Test” ( Uji air mendidih).

Cara pengujian kemaskan kulit samak krom adalah sebagai berikut.

Potonglah bagian kulit yang tebal, letakkan diatas papan kayu atau kertas yang rata, kemudian garislah dengan pensil membentuk bujur sangkar dengan ukuran 10×10 cm.
Masukkan kulit tersebut kedalam air yang dipanaskan sampai mendidih selama 5 menit. Kemudian keluarkan dari dalam air dan dalam keadaan basah letakkan kembali diatas papan pengukuran tadi.
Garislah kembali dengan pensil. Apabila kulit mengalami pengerutan ukurannya tentu akan berubah atau berbeda dengan ukuran semula.
Kulit dianggap cukup matang apabila pengerutannya tidak lebih 10% dari luas kulit sebelum direbus.
Penyebab tidak masaknya kulit yang disamak krom antara lain : kurangnya waktu pengadukan, kurangnya jumlah natrium karbonat. Untuk kulit-kulit tipis seperti kulit ular, kadal, dan biawak waktu pengadukan sampai masak kurang lebih 9 jam. Sedangkan untuk kulit reptile yang tebal seperti ular yang panjangnya lebih dari 3 meter atau kulit buaya yang mempunyai rajah yang keras, waktu pengadukan lebuh dari 9 jam, bahkan sampai 14 jam.

Jika dalam waktu tersebut belum juga matang, kemungkinan jumlah natrium karbonatnya kurang. Oleh kar na itu harus tambah kurang lebih 0,5% lagi dan waktu pengadukan ditambah 2 jam. Uji kemasakn dilakukan kembali setelah selesai pengadukan.

- FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYAMAKAN KROM
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyamakan krom antara lain:

a.Basisitas

Bahan penyamak krom membuat keberadaan basisitas. Basisitas yang semakin tinggi akan memperbesar krom komplek dalam larutan. Penggabungan dua atau lebih atom krom lebih dulu secara bersama dengan group hidroksil mengakibatkan terjadinya olation. Basisitas berhubungan sekali dengan pH. Reaksi antara krom komplek dengan OH dalam larutan tidak akan segera terbentuk,sehingga perubahan pH tidak menghasilkan basisitas baru dengan segera.

Basisitas dalam krom kompleks di definisikan sebagai presentase jumlah molekul hidroksil (OH) yang terikat dalam total valensi krom. Jika atom krom mengikat satu gugus hidroksil berarti senyawa ini mempunyai basisitas 33%,sedangkan yang mengikat dua gugus hidroksil (OH) senyawa ini mempunyai basisitas 66%.

Di dalam penyamakan krom dimulai dengan larutan yang mempunyai daya samak rendah yang berarti basisitas rendah dan diakhiri dengan larutan yang mempunyai daya samak tinggi yang berarti basisitas tinggi yaitu maksimum pada basisitas 50%.

Basisitas merupakan hal yang penting karena ini berhubungan dengan larutan krom,sehingga dalam penambahan ke dalam larutan krom,sehingga dalam penambahan bahan-bahan seperti NaHCO₃, Na₂CO₃,dalam penambahan ke dalam larutan krom harus dengan perlahan-lahan dan dengan pengadukan. Jika konsentrasi alkali terlalu tinggi akan menyebabkan terjadi garam krom yang terlalu cepat,dan apabila terjadi hal tersebut sulit untuk dipisahkan kembali sehingga akan berakibat fatal.

b. pH

Nilai pH dari larutan penyamakan krom sangat penting dimana pH yang tinggi akan mempercepat reaksi pada protein. Jika pH terlalu cepat atau terlalu tinggi akan mempercepat pengendapan bahan penyamak krom dalam larutan.

c. Temperatur

Temperatur yang tinggi akan mempercepat pergeseran reaksi. Pada temperatur tinggi reaksi pengikatan bahan penyamak krom dengan protein kulit semakin cepat dan olasi dari bahan penyamak krom menjadi lebih besar. Perbedaan pengaruh kebengkakan, penyamakan yang tidak rata, dan rajah tergambar dapat disebabkan karena temperature yang tinggi pada awal tahap penyamakan. Hampir semua penyamakan krom dimulai pada temperatur yang rendah.

d. Waktu

Proses penyamakan krom dan terbentuknya komplek baru, basisitas baru, olasi dan komplek yang ter-masking bukan merupakan reaksi yang cepat. Kecepatan masing-masimg reaksi berubah dengan kondisi pH dan temperatur.

e. Konsentrasi

Pada konsentrasi tinggi lebih banyak ligan dalam larutan yang akan bergabung dengan snyawa krom. Basisitas dari krom komplek juga akan menjadi rendah. Konsentrasi dan keseimbangan larutan dalam proses penyamakan krom harus dijaga agar tetap.

6. Kulit Wet Blue

Kulit Wet Blue adalah kulit yang telah disamak dengan bahan penyamak krom,tetapi belum diproses lebih lanjut dan dijual dalam keadaan basah,atau kulit Wet Blue adalah kulit yang baru saja disamak krom,tidak dikeringkan dan lain-lain. Sangat penting untuk diingat bahwa semua kulit Wet Blue meningkat keasamannya waktu pemeraman sehingga sangat peka terhadap variasi pH, maka kulit Wet Blue perlu untuk dinetralkan agar nantinya mampu bereaksi dengan bahan kimia pada proses selanjutnya.

sumber : Penyamakan krom

handapeunpost